DKPP telah menyidangkan sebanyak 31 perkara politik uang pada tahapan Pemilu dan Pilkada 2024. Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengatakan jumlah yang ditangani tersebut tergolong cukup tinggi.
“Politik uang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah bagi kita bersama, 31 perkara yang masuk ke kami cukup lumayan tinggi untuk demokrasi kita,“ kata Ratna Dewi dalam keterangannya, Minggu (23/11).
Menurut Ratna Dewi, politik uang adalah kejahatan yang luar biasa sehingga pendekatannya harus luar biasa. Bukan hanya dengan instrumen hukum, tetapi juga melalui pendekatan etika, dengan membangun sense of ethics dan sense of crisis di kalangan penyelenggara pemilu.
“Efek jera itu bukan semata-mata soal vonis pidana, tetapi bagaimana kita memperbaiki pemilu dan meminimalkan kecurangan dalam demokrasi kita,” ujarnya.
DKPP tidak memeriksa politik uang dari sisi pidananya, akan tetapi fokus pada cara kerja KPU dan Bawaslu dalam menangani kasus-kasus tersebut.
“Kita menilai apakah KPU dan Bawaslu bekerja secara profesional, adil, dan memberikan keadilan bagi para pelapor. Kalau kerja-kerja itu dinilai tidak profesional, atau pelapor merasa tidak mendapatkan keadilan, barulah hal tersebut bisa dilaporkan ke DKPP,” sebutnya.
Ratna Dewi mengakui, penyelenggara yang terlibat langsung pada Pemilu dan Pilkada 2024 kerap belum optimal dalam menangani politik uang. Padahal, secara normatif undang-undang sudah secara jelas dan tegas mengatur larangan politik uang.
Tantangan Bongkar Politik Uang
Dia mengatakan, tantangan DKPP di lapangan biasanya praktik politik uang sering kali terstruktur, sistematis, dan masif. Sementara, regulasi masih membatasi subjek yang dapat dipidana, seperti peserta Pemilu, tim kampanye, dan tim pelaksana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.
Lebih jauh, dia mengingatkan, kerja-kerja penanganan politik uang harus dilihat dengan kacamata yang lebih besar, yaitu kacamata etika dan kualitas demokrasi.
“Tanpa perspektif etika, upaya penindakan hanya akan bersifat administratif dan jauh dari tujuan menghadirkan demokrasi yang berkualitas dan dekat dengan masyarakat,” ungkapnya.
Untuk itu, Ratna Dewi menilai perlu sinergi kuat antara Bawaslu, KPU, DKPP, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian agar politik uang benar-benar dapat ditekan dan kepercayaan publik terhadap pemilu tetap terjaga.




