Kementerian Kehutanan menyebut aktivitas Pertambangan Emas Ilegal (PETI) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terjadi secara masif dan mengancam salah satu hulu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jawa Barat dan Banten itu.
Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Dwi Januanto Nugroho menjelaskan dalam operasi bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda pada Rabu (3/12) telah berhasil mengamankan 55 lubang tambang ilegal.
Dengan demikian digabungkan dengan dua kali operasi sebelumnya pada 28 Oktober-6 November 2025 dan 18-22 November 2025 total sudah dilakukan penertiban lubang PETI sebanyak 281 lubang, bangunan pengolahan emas dan tenda sekitar 811 unit, tabung besi/gelundung sekitar 20.000 unit, mesin-mesin sebanyak 105 unit, dan pemutusan kabel instalasi listrik PLN 44 jaringan.
“PETI di kawasan konservasi TNGHS telah terjadi secara masif dan mengancam terhadap kelestarian kawasan konservasi yang merupakan salah satu hulu DAS di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten,” kata Dwi dalam pernyataan yang dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Salah satunya dia merujuk kepada Sungai Cisadene yang memiliki hulu di kawasan konservasi itu. Dia mengingatkan TNGHS mempunyai fungsi yang strategis sebagai penyangga kehidupan, pengatur tata air, serta mencegah banjir dan longsor.
“Operasi ini juga rangkaian kesiapsiagaan kita menghadapi musim penghujan yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir,” tambahnya.
Dalam pernyataan serupa Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kemenhut Rudianto Saragih Napitu menyebut berdasarkan hasil operasi pada Rabu (3/12) kemarin, perkiraan luas kegiatan ilegal di TNGHS mencapai sekitar 493 hektare (ha). Jumlah itu terdiri dari kegiatan PETI seluas 346 ha dan bangunan vila ilegal sekitar 147 ha.
Potensi Kerugian Negara
Potensi kerugian negara akibat kegiatan ilegal PETI dan bangunan vila di kawasan konservasi TNGHS diperkirakan sekitar Rp304 miliar, angka itu belum termasuk nilai kerugian dari hasil tambang ilegal.
Dia memastikan penyidik Ditjen Gakkumhut Kemhut telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan olah TKP berkaitan dengan peristiwa tersebut. Pemeriksaan tersebut untuk menemukan pelaku aktor-aktor sebagai pemodalnya.
“Upaya penertiban ini sebagai langkah strategis dalam mitigasi bencana yang dapat memberikan dampak kepada masyarakat,” tuturnya
Satgas PKH bersama Kemenhut melakukan penyelesaian kegiatan ilegal di TNGHS melalui melalui instrumen penguasaan kembali kawasan konservasi TNGHS beserta Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan hutan lindung sebagai penyangga seluas 105.072 hektare.
“Apabila instrumen tersebut belum optimal akan dilakukan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir,” kata Rudianto.










