Kerugian Negara Akibat Korupsi Minyak Mentah Bertambah Jadi Rp285 Triliun, Kejagung Tetapkan 9 Tersangka

Diposting pada

Kejaksaan Agung RI mengungkapkan bahwa total kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 kini membengkak menjadi Rp285 triliun.

Angka ini merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Sebelumnya, kerugian negara diperkirakan sebesar Rp193,7 triliun.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyebut tambahan angka tersebut berasal dari komponen ekspor-impor minyak, subsidi, dan sewa fasilitas. “Perkara ini terus berkembang, dan kami telah melibatkan para ahli untuk menghitung dampak perekonomian negara,” ujarnya di Jakarta Selatan, Kamis malam (10/7).

Penyimpangan Tata Kelola dan Penetapan Tersangka

Kejagung juga menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus ini, termasuk nama kontroversial Mohammad Riza Chalid (MRC). Para tersangka dinilai telah melakukan berbagai penyimpangan yang menyalahi hukum, termasuk:

  • Pengadaan dan ekspor-impor minyak mentah secara tidak sah
  • Penunjukan langsung tanpa lelang
  • Penyewaan kapal dan terminal BBM dengan mark up harga
  • Penjualan solar di bawah harga dasar
  • Manipulasi formula kompensasi Pertalite

Berikut adalah peran masing-masing tersangka:

  1. Alfian Nasution (AN) – Penyewaan Terminal Merak dengan harga tinggi dan tanpa skema kepemilikan; penjualan solar di bawah harga dasar; manipulasi kompensasi Pertalite.
  2. Hanung Budya (HB) – Penunjukan langsung Terminal Merak bersama AN dan manipulasi harga sewa.
  3. Toto Nugroho (TN) – Menyetujui pengadaan impor minyak mentah dari supplier tak memenuhi syarat.
  4. Dwi Sudarsono (DS) – Mengekspor minyak domestik yang masih bisa diserap kilang dan menggantinya dengan impor mahal.
  5. Arif Sukmara (AS) – Mark up biaya sewa kapal dan mengatur pemenang tender secara melawan hukum.
  6. Hasto Wibowo (HW) – Penunjukan langsung kepada Trafigura tanpa lelang; penjualan solar di bawah harga dasar.
  7. Martin Haendra (MH) – Bersama HW dan Edward Corne mengatur penunjukan Trafigura sebagai penyedia gasoline.
  8. Indra Putra (IP) – Mengatur coloading dan mark up harga sewa kapal Escravos dari Afrika.
  9. Mohammad Riza Chalid (MRC) – Intervensi tata kelola penyewaan Terminal BBM Merak dan menetapkan harga kontrak tinggi bersama AN dan HB.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.

Kejagung menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan memperluas pengusutan. Skandal ini menjadi salah satu kasus korupsi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia.