Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Anang Supriatna mengatakan, pihaknya menyita rumah milik Mohammad Riza Chalid (MRC), tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
“Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah melaksanakan penyitaan terhadap satu bidang tanah beserta dan bangunan yang diduga merupakan hasil dan atau sarana kejahatan atas nama tersangka MRC,” ujar Anang dalam siaran pers resmi, melansir Antara, Sabtu (18/10/2025).
Dia menjelaskan, penyitaan rumah Riza Chalid dilakukan untuk memperkuat bukti keterlibatannya dalam kasus TPPU dan tindak pidana asal dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
“Rumah yang berlokasi di Jalan Hang Lekir XI Blok H/2, Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan (Jaksel) merupakan bangunan dengan SHM atas nama anak dari Riza Chalid, Kanesa Ilona Riza,” terang Anang.
Anang memastikan pihaknya akan terus bergerak menelusuri aset hasil uang korupsi milik Riza guna memperkuat bukti dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Diketahui, Muhammad Riza Chalid selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
Perbuatan melawan hukum Riza Chalid, salah satunya menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak, padahal PT Pertamina pada saat itu belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
Selain kasus korupsi, Riza juga dijerat dengan kasus TPPU sejak 11 Juli 2025. Ada pun saat ini Kejagung sedang memburu keberadaan bos minyak tersebut lantaran tidak berada di Indonesia.
Sidang Riza Chalid Berpotensi In Absentia, Kejagung Beri Penjelasan Ini
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi kemungkinan persidangan tersangka saudagar minyak Mohammad Riza Chalid (MRC) dilakukan secara in absentia atau tanpa dihadirkan secara fisik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menyampaikan, ada syarat tertentu untuk dapat menggelar sidang in absentia.
“Nanti saya bicarakan dulu dengan tim penyidikan seperti apa langkah-langkahnya. Yang penting kan ada untuk syarat disidangkan secara in absentia itu ada syarat-syarat tertentu,” tutur Anang di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 15 Oktober 2025.
Menurutnya, syarat untuk menggelar sidang in absentia adalah antara lain terdakwa sudah pernah menjalani klarifikasi, diumumkan sebagai buronan secara nasional, dan telah dipanggil secara layak sebagai saksi maupun tersangka.
Namun demikian, Anang menyatakan bahwa untuk sementara saat ini pihaknya masih akan berupaya untuk menangkap terlebih dahulu saudagar minyak tersohor tersebut. Di samping itu, saat ini persidangan tersangka pada klaster pertama tengah berlangsung.
“Kalau itu sudah memenuhi, ya kan (kemungkinan bisa in absentia),” ucap dia.
Potensi Kerugian Negara Capai Rp 285 Triliun
Ada pun sampai dengan saat ini, Kejagung masih berupaya menghadirkan Riza Chalid untuk menjalani proses penegakan hukumnya. Upaya menerbitkan red notice pun telah dilakukan dengan melayangkan permohonan ke Interpol Pusat di Lyon, Perancis.
“Tentunya karena ini yang bersangkutan berada di luar negeri kita juga nggak bisa serta merta mengambil yang bersangkutan. Kita harus ada dulu kerja sama dan salah satu usaha langkah hukum yang kita tempuh adalah dengan menetapkan DPO dan juga memohon untuk red notice kepada Interpol,” Anang menandaskan.
Riza Chalid, dikenal sebagai saudagar minyak kaya di Indonesia. Bisnisnya menggurita di dunia perminyakan tanah air. Sejak puluhan tahun lalu.
Namun kini, di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Riza harus berhadapan dengan hukum. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata Kelola minyak mentah di Kejaksaan Agung. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat ulahnya mencapai Rp 285 Triliun.
Kejagung kini tengah memburu keberadaan Riza Chalid. Sosoknya memang jarang muncul ke publik. Riza dikabarkan sudah tinggal di Malaysia.
Ironisnya, Riza kongkalingkong bersama sang anak Kerry Adrianto dalam mengeruk kekayaan Indonesia secara illegal.
Dalam surat dakwaan Kerry, Riza Chalid dan anaknya melalui Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur PT Tangki Merak menyampaikan penawaran kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero).
Mengatur Proyek
PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid itu untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014. Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM. Akibatnya, Pertamina rugi Rp 2,9 triliun hanya untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” kata Jaksa dalam dakwaannya, Senin 14 Oktober 2025.
Melalui Gading, kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry. Proses kerja sama berjalan lancar dan berhasil diteken lantaran Riza menjadi personal guarantee dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit.
Riza Chalid, Kerry Ardianto dan Gading melalui Irawan Prakoso mendesak Hanung untuk mempercepat proses kerjasama penyewaan Terminal BBM. Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 menindaklanjuti dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina untuk melakukan penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak.
Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama. Pada akhir perjanjian aset Terminal TBBM Merak tersebut tidak menjadi milik PT Pertamina.
“Kerja sama sewa TBBM dengan PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Sebab, sewa TBBM Merak bukan termasuk barang atau jasa yang dibutuhkan bagi kinerja Pertamina dan bukan barang/jasa yang tidak dapat ditunda keberadaannya atau business critical asset,” kata jaksa.