Kabar mengejutkan mengguncang jantung Santiago Bernabeu saat bintang Brasil Rodrygo dilaporkan tengah mempertimbangkan untuk mengakhiri kisah cintanya dengan Real Madrid pada bursa transfer musim panas mendatang.
Sejak bergabung dari Santos pada Juli 2019, pemain bertalenta ini telah menebarkan sihirnya dalam 267 pertandingan bersama Los Blancos, mengukir nama dengan koleksi mengesankan 68 gol dan 50 assist. Prestasi yang menjadikannya salah satu aset berharga sang juara LaLiga dan Liga Champions.
Meski mencatatkan statistik impresif 13 gol dan 10 assist dalam 50 penampilan musim ini, performa Rodrygo belakangan menuai kritik tajam. Sosok berusia 24 tahun ini gagal memberikan sentuhan magisnya pada dua pertandingan krusial melawan Arsenal di perempat final Liga Champions.
Puncak kekecewaan terjadi pada final Copa del Rey melawan rival abadi Barcelona, di mana pelatih Carlo Ancelotti menariknya keluar saat jeda pertandingan.
Berdasarkan laporan Marca, pemain internasional Brasil tersebut kini berada di persimpangan karier. Rodrygo dikabarkan merasa era keemasannya di Real Madrid “akan segera berakhir” seiring fokus klub yang lebih tertuju pada trio bintang Kylian Mbappe, Vinicius Junior, dan Jude Bellingham.
Xabi Alonso Jadi Kunci
Masa depan Rodrygo di Real Madrid kini bergantung pada satu sosok kunci yaitu Xabi Alonso. Arsitek keajaiban Bayer Leverkusen yang dikabarkan akan mengambil alih kursi pelatih Los Blancos dipercaya menjadi penentu apakah bintang Brasil tersebut akan melanjutkan petualangannya di ibukota Spanyol.
Menurut sumber terpercaya, hanya persuasi langsung dari taktisi Spanyol berbakat itu yang mampu meyakinkan Rodrygo untuk tetap berseragam putih-putih. Sebuah tantangan diplomatik yang akan menguji kecakapan Alonso bahkan sebelum resmi menginjakkan kaki di Bernabeu.
Jika keputusan untuk berpisah tetap diambil, jalur karier Rodrygo tidak akan kekurangan peminat. Klub-klub kaya raya Liga Pro Saudi telah memposisikan diri dengan tajam, siap merayu pemain serba bisa ini dengan tawaran finansial menggiurkan yang akan menempatkannya di jajaran elit pemain bergaji tertinggi dunia.
Namun, sumber dekat pemain mengisyaratkan bahwa Rodrygo masih memprioritaskan ambisi di panggung Eropa. Kabar ini membuka peluang bagi raksasa Premier League seperti Arsenal dan Chelsea yang sebelumnya dilaporkan menaruh minat serius.
Bagi kedua klub London tersebut, mendapatkan jasa pemain berusia 24 tahun dengan pengalaman menjuarai Liga Champions akan menjadi pernyataan kuat tentang ambisi mereka. Rodrygo bukan sekadar pemain berbakat, tetapi juga jaminan mentalitas juara yang telah teruji di level tertinggi.
Revolusi Taktik Alonso Mengancam Posisi Rodrygo di Real Madrid
Gelombang perubahan signifikan diprediksi akan menerpa Santiago Bernabeu seiring kedatangan Xabi Alonso yang semakin dekat. Sumber internal mengungkapkan bahwa sang maestro taktik asal Spanyol ini berencana membawa transformasi radikal dengan mengembalikan skema permainan Real Madrid ke formasi klasik 4-3-1-2 yakni struktur yang membawa begitu banyak trofi sebelumnya.
Dalam visi taktikal Alonso, Jude Bellingham akan kembali menempati peran alami sebagai penyerang lubang atau nomor 10 yaitu posisi yang menjadi habitat alami bagi bakat luar biasa pemain Inggris tersebut. Skenario ini menyisakan hanya dua slot di lini serang, yang hampir pasti akan diisi oleh dua mesin gol yakni Vinicius Junior dan mega-bintang Kylian Mbappe.
Implikasi dari pergeseran strategis ini menjadi pukulan telak bagi masa depan Rodrygo. Sang pemain Brasil terancam menjelma menjadi korban utama revolusi taktik ini, terpinggirkan dalam skema permainan baru meski kualitasnya tak diragukan.
Dalam perspektif bisnis, penjualan Rodrygo di musim panas mendatang mulai terlihat sebagai langkah yang masuk akal bagi Los Blancos. Dengan banderol sekitar 82 juta euro, suatu nilai yang sebenarnya terbilang murah untuk pemain sekaliber dirinya, Real Madrid berpeluang mengamankan dana segar untuk proyek transfer lainnya sekaligus memberikan ruang bagi Rodrygo mencari tantangan baru.
Ironi takdir seorang Rodrygo yang terpinggirkan bukan karena kurangnya kualitas, melainkan karena berlimpahnya bakat di skuad Real Madrid. Seperti orkestra yang hanya membutuhkan sejumlah terbatas virtuoso, kepadatan bintang di Bernabeu memaksa keputusan sulit yang mungkin berujung pada perpisahan dengan salah satu permata berharga mereka.