Jakarta, 25 Juli 2025 – Nama Wilmar Group kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya terjerat dalam kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai Rp20 triliun, perusahaan agribisnis raksasa ini kini disebut dalam skandal beras oplosan yang tengah ditangani oleh Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Wilmar Group adalah perusahaan agribisnis multinasional yang berdiri sejak 1991 oleh dua miliarder — Kuok Khoon Hong (Singapura) dan Martua Sitorus (Indonesia). Kini, keduanya tercatat dalam daftar miliarder dunia Forbes 2025 dengan kekayaan masing-masing USD 3,4 miliar dan USD 3,5 miliar.
Perusahaan ini memiliki lini usaha yang sangat luas, mulai dari kelapa sawit, minyak nabati, tepung, gula, pupuk, hingga produk konsumen seperti Sania, Sovia, Fortune, dan Arawana Brand. Wilmar juga dikenal sebagai salah satu produsen dan distributor minyak kemasan terbesar di Indonesia, serta memiliki lebih dari 1.000 pabrik di lebih dari 30 negara.
Dalam skandal korupsi CPO yang mencuat pada 2022, lima anak perusahaan Wilmar Group ditetapkan sebagai terdakwa korporasi, yaitu:
- PT Multimas Nabati Asahan
- PT Multinabati Sulawesi
- PT Sinar Alam Permai
- PT Wilmar Bioenergi Indonesia
- PT Wilmar Nabati Indonesia
Kelima perusahaan tersebut disebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp20 triliun, dan telah mengembalikan uang sebesar Rp11,8 triliun kepada negara—menjadi rekor pengembalian terbesar dalam sejarah kasus korupsi di Indonesia, menurut Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.
Selain menyeret korporasi, kasus ini juga menjerat pejabat Wilmar Group, seperti:
- Parulian Tumanggor (eks Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia)
- Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security and License Wilmar Group, yang menjadi tersangka dalam kasus suap hakim senilai Rp60 miliar terkait putusan lepas terdakwa CPO.
Kini, Wilmar Group kembali disebut dalam kasus beras oplosan, meski belum ada detail lebih lanjut terkait keterlibatan mereka. Penyidikan masih berlangsung, namun keterlibatan perusahaan sebesar Wilmar dalam dua kasus besar secara berturut-turut menimbulkan kekhawatiran akan tata kelola dan integritas bisnis agribisnis di Indonesia.
Dengan jaringan distribusi luas dan sekitar 100.000 tenaga kerja, reputasi Wilmar sebagai raksasa industri kini kembali diuji oleh publik dan aparat penegak hukum.