Kalimantan Tengah menghadapi tantangan serius melawan narkotika. Operasi senyap Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalteng selama April hingga Mei 2025 mengungkap wajah baru jaringan narkoba: tersembunyi, terorganisasi, dan menyusup ke semua lapisan masyarakat, dari pelosok desa hingga institusi penegak hukum.
Di Kotawaringin Timur, seorang pencuri kelapa sawit yang tertangkap basah ternyata menyimpan sabu di pinggangnya. Dari sekadar dugaan pencurian, kasus ini berkembang menjadi pintu masuk pengungkapan jaringan narkoba. BNN kemudian menangkap pemasok sabu di wilayah Sampit hanya sehari setelahnya.
Di sisi lain, kejutan datang dari balik jeruji Lapas Palangka Raya. Empat narapidana diketahui mengendalikan peredaran sabu dengan menggunakan kaki tangan di luar penjara, termasuk mantan istri salah satu napi. Bahkan, seorang oknum anggota Polri turut terlibat dalam distribusi narkoba.
Tak hanya itu, penggerebekan dini hari di sebuah kos eksklusif di Jalan Bukit Keminting, Palangka Raya, membongkar aktivitas peredaran pil ekstasi. Seorang pria berinisial YTT diamankan bersama sejumlah barang bukti, termasuk ekstasi dan sisa sabu.
Di pedalaman Gunung Mas, bandar kelas kakap yang beroperasi dari rumah sederhana di Desa Tumbang Jutuh juga berhasil diringkus. Dengan total barang bukti sabu mencapai 265 gram dan uang tunai Rp 40 juta, pelaku diduga telah memasok puluhan pelanggan dari berbagai wilayah.
Plt Kabid Pemberantasan dan Intelijen BNNP Kalteng, Kombes Pol Ruslan Abdul Rasyid, mengatakan, pola baru jaringan narkoba ini lebih terstruktur dan sulit terdeteksi karena menyusup ke ruang-ruang yang sebelumnya luput dari perhatian aparat.
“Jaringan ini tidak lagi beroperasi hanya di kota besar. Mereka menyasar desa, lingkungan kos, bahkan memanfaatkan aparat dan napi sebagai simpul jaringan. Ini sangat berbahaya,” tegasnya, Selasa (27/5/2025).
Total 17 tersangka telah diamankan dari berbagai wilayah, termasuk Gunung Mas, Kotawaringin Timur, Katingan, Kapuas, dan Palangka Raya. Barang bukti yang disita mulai dari sabu, ekstasi, uang tunai, hingga alat komunikasi. Semua tersangka kini dijerat dengan pasal peredaran narkotika dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Fenomena ini menunjukkan peredaran narkoba tidak lagi mengenal batas geografis maupun sosial. Kolaborasi masyarakat, pengawasan ketat di lembaga pemasyarakatan, serta penguatan kontrol sosial di lingkungan tempat tinggal menjadi kunci utama dalam mencegah meluasnya jaringan mematikan ini.