Masyarakat kini memiliki opsi untuk melaksanakan ibadah umrah secara mandiri tanpa harus menggunakan jasa biro perjalanan.
Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU).
Dalam Pasal 86 UU PIHU yang baru, disebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
- Melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),
- Secara mandiri,
- Melalui menteri.
Cara umrah secara mandiri yang tercantum pada Pasal 86 ayat (1) UU PIHU versi terbaru itu, tidak ada di UU PIHU versi lama.
Kendati demikian, jemaah umrah mandiri tidak akan mendapat perlindungan layanan yang meliputi akomodasi, konsumsi, dan transportasi.
“Jemaah Umrah dan petugas umrah mendapatkan pelindungan: d. layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi kecuali jemaah umrah mandiri,” bunyi Pasal 96 ayat (5) UU Haji dan Umrah.
Jemaah umrah mandiri juga tidak akan mendapatkan perlindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan. Hal itu juga diatur dalam Pasal 96 ayat (5).
Persyaratan
Persyaratan Umrah Mandiri Dalam UU Haji dan Umrah terbaru, telah disisipkan Pasal 87A yang mengatur terkait persyaratan bagi umrah mandiri. Dalam Pasal 87A diatur lima persyaratan, yakni:
1. beragama Islam;
2. memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan dari tansgal pemberangkatan;
3. memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangannya;
4. memiliki surat keterangan sehat dari dokter; dan memiliki visa serta tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.
13 Asosiasi Haji Umrah Tolak Legalisasi Umrah Mandiri
Sebelumnya, Juru Bicara 13 Asosiasi Haji Umrah Firman M Nur mengatakan pihaknya menolak legalisasi umrah mandiri masuk dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU), lantaran umrah mandiri minim perlindungan bagi jemaah.
Hal tersebut disampaikanya usai menyampaikan Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada Presiden PKS Almuzammil Yusuf di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin (18/8/2025).
“Kami khawatir akan hadir adalah oknum-oknum mungkin yang tidak bertanggung jawab,” kata Firman yang juga Ketua Umum DPP Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), seperti dilansir Antara.
Firman mengatakan ada beberapa hal yang membedakan antara umrah dengan perjalanan ke luar negeri lainnya, yang paling utama adalah adanya bimbingan bagi jemaah selama di Arab Saudi, juga jaminan keamanan, kenyamanan serta perlindungan masyarakat.
Firman mengatakan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menjadi pihak yang bisa memberikan pemberian bimbingan keagamaan bagi jemaah selama di Arab Saudi. PPIU juga berkewajiban akreditasi, membayar pajak dan kewajiban lain yang menguntungkan negara.
Namun, kata Firman, urusan bimbingan keagamaan ini tak bakal ada ketika jemaah melaksanakan umrah secara mandiri.
“Keberadaan PPIU itu adalah bagian daripada penyempurnaan perjalanan mereka karena terbimbingnya jemaah dalam penyelenggaraan,” katanya.
Dua poin utama yang masuk dalam DIM yang diserahkan 13 asosiasi ialah terkait penolakan pasal legalisasi umrah mandiri dan penghapusan kuota haji khusus paling tinggi delapan persen.








