Tunjangan Rumah Dinas DPRD Kota Depok Jadi Polemik, Akhirnya Dievaluasi

Diposting pada

Pemerintah Kota Depok melakukan evaluasi terhadap Peraturan Wali Kota (Perwal) Depok nomor No 97 Tahun 2021 tentang tunjangan rumah anggota DPRD Kota Depok. Rencananya anggaran rumah dinas anggota DPRD Kota Depok akan dialihkan untuk kepentingan publik.

Sekretaris Daerah Kota Depok, Mangguluang Mansyur membenarkan terkait evaluasi Perwal Kota Depok nomor 97 tahun 2021. Menurutnya, evaluasi Perwal membutuhkan proses dan sedang dijalankan Pemerintah Kota Depok.

“Ya ini sedang dievaluasi dan itu memang butuh proses yang sekarang memang sedang kita jalankan,” ujar Mangguluang saat ditemui pada doa bersama ojek online di Balai Kota Depok, Kamis (4/9/2025) malam.

Diketahui, sebelumnya sejumlah elemen masyarakat akan melakukan aksi terkait Perwal yang menjelaskan anggaran rumah dinas untuk anggota DPRD Kota Depok, mencapai Rp32,5 juta sampai Rp47,1 juta per bulan. Namun aksi unjuk rasa dibatalkan usai Pemerintah Kota Depok akan meninjau ulang Perwal.

“Mohon kesabarannya rekan-rekan untuk terkait dengan evaluasi perwal tersebut,” ucap Mangguluang.

Sementara, Ketua DPRD Kota Depok Ade Supriyatna mengatakan, evaluasi Perwal merupakan kewenangan Wali Kota Depok. Nantinya Perwal terhadap rumah dinas DPRD Kota Depok akan dilakukan peninjauan ulang dan evaluasi.

“Tentunya Pemkot juga akan koordinasi dengan Provinsi dan Kemendagri, karena memang secara regulasi sudah ada, tidak hanya di Kota Depok tapi di seluruh kota, provinsi di Indonesia, terkait hal PP nomor 18 tahun 2017,” terang Ade.

Ade menjelaskan, Perwal terhadap rumah dinas DPRD Kota Depok berdasarkan PP Nomor 18 tahun 2017. Pada evaluasi nantinya akan diukur tingkat kewajarannya yang dapat diterima publik Kota Depok.

“Cuma terkait dengan tingkat kewajarannya ataupun juga yang memang bisa diterima oleh publik, Insya Allah nanti kita akan sepakati dengan pemerintah kota Depok,” jelas Ade.

Ade memastikan, pengurangan anggaran untuk rumah dinas anggota DPRD Kota Depok akan digunakan untuk kepentingan publik. Adapun salah satunya untuk kesehatan.

“Kalau di pusat kan memang sudah punya rumah dinas gitu ya DPR RI, maka tegas DPP pun menolak tunjangan rumah. Untuk di DPRD provinsi dan kota yang memang tidak memiliki fasilitas tersebut, maka tingkatan tunjangannya tentu bisa disesuaikan dengan tingkat yang wajar, Insya Allah,” kata Ade.

Saat disinggung seberapa penting rumah dinas untuk DPRD Kota Depok, mengingat anggota DPRD merupakan warga Depok, Ade menilai bukan mengukur dari urgent. Menurutnya, tunjangan rumah dinas DPRD Kota Depok mengikuti PP Nomor 18 tahun 2017.

“Artinya memang Pemerintah Indonesia, ini kan PP ya dasar hukumnya, dia mengapresiasi jabatan anggota legislatif daerah, makanya diatur tuh penyediaan rumah dinas untuk anggota legislatif. Bilamana memang belum bisa disediakan maka disediakan tunjangan, itu memang regulasi seperti itu,” jelas Ade.

Ade menuturkan, terdapat perbedaan implementasi dalam penerapan PP Nomor 18 Tahun 2017 di setiap kabupaten dan kota. Terdapat daerah yang dapilnya sangat luas sehingga memerlukan rumah dinas yang berada di pusat kota.

“Tapi di Depok di mana cuma 11 kecamatan ini tentunya beda. Nah makanya hal ini juga akan kita bicarakan secara serius dengan Pemerintah Kota Depok, nanti kesepakatannya ataupun juga realisasinya tentu akan disampaikan ke publik,” tutur Ade.

Sebelumnya, Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Depok, Kania Parwanti mengatakan, tunjangan rumah anggota DPRD Kota Depok sudah berlandaskan hukum dan mekanisme pemberian tunjangan. Menurutnya, tunjangan rumah DPRD Kota Depok tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

“Jika rumah dinas sudah tersedia, tunjangan tidak lagi diberikan. Aturannya tegas, tidak bisa diberikan bersamaan,” ujar Kania saat dihubungi.

Pemberian tunjangan kepada anggota DPRD Kota Depok telah melakukan berbagai mekanisme dan tidak dilakukan secara sepihak. Bahkan, tim appraisal turut melakukan kajian pemberian nominal tunjangan, serta hasilnya dituangkan pada peraturan kepala daerah untuk menjadi dasar hukum pelaksanaan.

Pada Pasal 15 PP 18 Tahun 2017 turut menjelaskan tentang pimpinan DPRD, berhak atas tunjangan perumahan dan transportasi jika rumah serta kendaraan dinas belum disediakan. Anggota DPRD hanya menerima tunjangan perumahan dalam bentuk uang tunai, dibayarkan setiap bulan sejak pengucapan sumpah atau janji.

“Pemberian tunjangan bertujuan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, sekaligus memastikan kesejahteraan anggota dewan. Jadi, tidak ada aturan yang dilanggar,” ungkap Kania.

Kania meminta polemik mengenai tunjangan rumah DPRD Depok tidak ditarik ke arah yang bisa menimbulkan kesalahpahaman publik.

“Semua ini kan mengacu pada ketentuan nasional, bukan keputusan sepihak DPRD Depok,” terang Kania.

Kania ingin masyarakat dapat memahami mekanisme pemberian tunjangan rumah dewan.

“Kami bekerja sesuai aturan. Semua hak dan kewajiban anggota DPRD dijalankan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” ucap Kania.

Tunjangan rumah Anggota DPRD telah diatur Peraturan Walikota (Perwal) No 97 Tahun 2021, dan didasari PP No. 18 Tahun 2017, sebagai kompensasi apabila pemda belum menyediakan rumah dinas.

Adapun besaran tunjangan DPRD Kota Depok sejak 2022, untuk Ketua DPRD sebesar Rp 47,1 juta per bulan dan Wakil Ketua sebesar Rp 43,1 juta per bulan. Adapun untuk anggota DPRD Kota Depok sebesar Rp 32,5 juta per bulan. Adapun sumber dana tunjangan rumah DPRD Kota Depok dibebankan pada APBD Kota Depok. Diketahui APBD Kota Depok Rp 4,2 triliun.