WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia ingin Amerika Serikat mendapatkan kepemilikan atas lahan pangkalan militernya di Korea Selatan, alih-alih menyewanya. Pernyataan itu muncul saat pertemuan Trump dan Presiden baru Korea Selatan (Korsel), Lee Jae-myung di Gedung Putih.
Bersama Lee Jae-myung, pada hari Senin (25/8/2025), Trump mengklaim Washington telah berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur di Semenanjung Korea dan menempatkan “lebih dari 40.000 tentara” di sana, namun lahan di bawah fasilitas tersebut tetap disewa dari Seoul.
“Mungkin salah satu hal yang ingin saya lakukan adalah meminta mereka untuk memberikan kami kepemilikan atas lahan tempat kami memiliki benteng besar,” ujar dia.
Trum menjelaskan, “Saya ingin melihat apakah kami dapat membatalkan sewa dan mendapatkan kepemilikan atas lahan tempat kami memiliki pangkalan militer yang besar.”
Trump tidak menyebutkan “benteng” militer mana yang ia maksud. Fasilitas AS terbesar di Korea Selatan, Camp Humphreys, selesai dibangun pada tahun 2018 setelah proyek relokasi selama satu dekade dan pendanaan miliaran dolar dari kedua pemerintah.
Amerika Serikat saat ini mengoperasikan pangkalan-pangkalannya di luar negeri berdasarkan perjanjian sewa jangka panjang dan perjanjian Status Pasukan, yang memberikan Washington kendali operasional sambil mempertahankan kedaulatan de jure bagi negara tuan rumah.
Jumlah pasukan Amerika yang saat ini ditempatkan di Korea Selatan diperkirakan sekitar 28.500, menjadikannya salah satu kehadiran militer AS terbesar di luar negeri setelah Jepang dan Jerman.
Trump mengatakan selama masa jabatan sebelumnya, Seoul telah setuju menanggung biaya pemeliharaan pasukan AS, tetapi Presiden Joe Biden telah membatalkan kesepakatan tersebut.
“Kami dibayar miliaran dolar. Tapi kemudian Biden mengakhirinya entah karena alasan apa,” ujar Trump, menyebut langkah itu “tidak masuk akal.”
Pernyataan Trump konsisten dengan pandangannya yang telah lama ada bahwa mitra Washington harus membayar lebih untuk “perlindungan” Amerika, baik melalui kontribusi keuangan langsung, anggaran pertahanan yang lebih besar, maupun perluasan hubungan ekonomi dengan AS.
Baik selama masa jabatan pertamanya maupun saat ini, ia telah mendesak negara-negara anggota NATO untuk meningkatkan anggaran militer mereka, berulang kali mengancam akan mempertimbangkan kembali komitmen mereka, dan berargumen pembayar pajak AS tidak seharusnya menanggung apa yang disebutnya “beban yang tidak proporsional“.
Pemimpin Korea Selatan tersebut belum menanggapi komentar Trump secara terbuka. Korea Utara selama beberapa dekade telah mengkritik kehadiran militer AS sebagai pasukan pendudukan dan mengecam latihan militer AS dengan Seoul sebagai latihan untuk invasi.