Banner kampanye yang dipasang pada periode politik lalu memenuhi berbagai titik di ruang publik. Setelah masa kampanye berakhir, materi promosi tersebut tidak seluruhnya diturunkan dan menumpuk di area jalan.
Situasi tersebut kemudian mendorong munculnya inisiatif untuk memanfaatkan kembali material kampanye sebagai bagian dari pengurangan sampah berbasis komunitas.
Kelompok perekayasa barang Gudskul Rekayasa dan Dicoba-coba (GudRnD) mengambil inisiatif mengolah alat peraga kampanye (APK) untuk mengurangi limbah di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
GudRnD menjalin kolaborasi dengan Stuffo, merek lokal ramah lingkungan, Muhammad Aldino sebagai project manager menjadi salah satu tim inti sejak awal.
“Bagi kami ini bukan lagi sekadar alat peraga kampanye, tapi sudah jadi ‘sampah politik‘. Karena bingung mau dibuang ke mana, akhirnya kami putuskan untuk mengolahnya sendiri,” kata Aldino saat ditemui Liputan6.com, Kamis 4 Desember 2025.
Banner bekas kini dijadikan bahan utama untuk eksperimen material, pengembangan desain, dan kreasi produk kreatif.
“Akhirnya banyak teman-teman komunitas yang ikut merespon. Mereka menghubungi dan mengirimkan tumpukan banner ke sini untuk kami olah,” cerita Aldino.
GudRnD memanfaatkan teknik pengolahan seperti pemanasan dan pembentukan ulang untuk mengubah material banner menjadi berbagai produk.
Proses ini mendorong warga dan kelompok lokal merasa terlibat langsung dalam mengurangi limbah visual dan material.
Pendekatan ini menunjukkan bagaimana limbah politik bisa diubah menjadi sumber daya kreatif, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah.
Banner Pemilu dan Beban Limbahnya
Selama periode pemilu, banyak banner kampanye dipasang di berbagai titik jalanan, sehingga menimbulkan masalah limbah visual yang nyata.
Tidak semua banner diturunkan setelah masa kampanye selesai, sehingga menumpuk dan berpotensi menjadi sampah yang sulit dikelola.
Melihat fenomena ini, GudRnD memilih kesempatan untuk mengolah kembali material yang tersedia, daripada membiarkannya menjadi masalah lingkungan.
“Aku kepikiran, ini larinya ke mana ya setelah pemilu? Sebenarnya ada yang bilang Bantar Gebang sudah tidak menerima sampah banner. Bayangkan, limbah potongannya saja, kalau banner pasti ada potongan putihnya, itu sebulan bisa sampai satu ton. Itu baru dari satu percetakan,” terang Aldino.
Jumlah limbah dari banner kampanye ini tergolong besar. Bahkan, potongan sisa dari satu percetakan besar saja bisa mencapai sekitar satu ton setiap bulannya, menunjukkan besarnya tantangan pengelolaan sampah visual dari kegiatan politik.
Material ini kemudian dijadikan bahan baku untuk berbagai eksperimen kreatif, sehingga limbah politik tidak hanya dibersihkan, tetapi juga diubah menjadi produk yang berguna dan bernilai.
Daur Ulang Inovatif
Banner bekas yang dikumpulkan tidak dibuang begitu saja, melainkan diolah melalui teknik sederhana namun inovatif yang memaksimalkan potensi material yang ada.
Setiap langkah pengolahan dilakukan secara hati-hati, mulai dari pemanasan hingga pencetakan ulang, untuk memastikan bahwa limbah tersebut bisa diubah menjadi produk yang berguna dan memiliki nilai tambah.
Proses pengolahan mencakup pemanasan, pencetakan ulang, hingga pembuatan berbagai produk, mulai dari tas, dompet hingga perlengkapan rumah tangga kecil.
“Material banner bekas maupun tutup botol dipanaskan dan dibentuk ulang menjadi berbagai produk fungsional, seperti dompet, tas, dan kusir. Dari proses ini, kreasi produk terus berkembang dan menghasilkan berbagai inovasi baru,” ucap Aldino.
Masyarakat tidak hanya terlibat dalam proses daur ulang, tetapi juga memperoleh kesempatan untuk belajar, berkreasi, dan berinovasi.
Pendekatan partisipatif ini membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pengelolaan sampah, sekaligus menumbuhkan budaya kreatif yang berkelanjutan.
“Setiap produk yang dihasilkan tidak hanya fungsional, tetapi juga menjadi simbol bagaimana limbah dapat diubah menjadi nilai estetika dan sosial melalui kerja sama dan kreativitas,” kata Aldino.

