Ledakan saat proses pemusnahan amunisi kadaluwarsa di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengakibatkan 13 orang meninggal dunia. Salah satu korban selamat, Agus Setiawan, mengaku bekerja sebagai buruh pembuka selongsong peluru dengan upah Rp150 ribu per hari. Ia juga menyebut ada warga lain yang menjadi koordinator lapangan dengan bayaran Rp200 ribu per hari.
Selain membongkar amunisi, Agus dan rekan-rekannya kerap memulung sisa logam dari hasil ledakan untuk dijual. Kegiatan ini berlangsung setiap kali ada pengiriman amunisi baru untuk dimusnahkan.
Menyikapi insiden ini, Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman menilai keterlibatan warga dalam proses pemusnahan harus segera dihentikan dan dievaluasi, mengingat risiko tinggi dan keterbatasan pengawasan personel militer di lapangan.
Tragedi ini mengungkap lemahnya pengamanan serta keterlibatan warga sipil dalam aktivitas militer berbahaya, dan mendorong perlunya perbaikan prosedur standar operasional (SOP) ke depan.