Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah memfinalisasi rencana penyesuaian tarif TransJakarta setelah dua dekade bertahan diangka Rp 3.500.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut, penyesuaian tarif ini akan dilakukan secara hati-hati supaya tidak memberatkan masyarakat, terutama kelompok penerima subsidi yang selama ini digratiskan.
“Kami sedang memfinalkan untuk itu (kenaikan tarif). Sebenarnya di tarif yang lama pun kami sudah mensubsidi per tiket Rp 9.700. Kan terlalu berat kalau terus-menerus seperti itu, apalagi DBH (dana bagi hasil) dipotong,” kata Pramono usai membuka Rapat Koordinasi Transportasi Terintegrasi dan Terpadu di Balai Kota Jakarta, Rabu 29 Oktober 2025.
Menurut Pramono, kenaikan tarif menjadi langkah realistis di tengah keterbatasan fiskal daerah. Namun, ia memastikan sebanyak 15 golongan masyarakat tetap akan menikmati layanan TransJakarta secara gratis.
“Kami akan melakukan penyesuaian tetapi tidak memberatkan kepada 15 golongan. Karena 15 golongannya kan tetap gratis. Sehingga mereka tetap kita proteksi,” ucap dia.
Ada pun 15 golongan masyarakat yang ditetapkan mendapatkan fasilitas transportasi umum gratis di Jakarta, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta dan pensiunannya, tenaga kontrak yang bekerja di Pemprov DKI Jakarta, peserta didik penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP), Karyawan swasta tertentu atau pekerja dengan gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) melalui Bank DKI, dan Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Kemudian, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Penduduk pemilik KTP Kepulauan Seribu, Penerima Beras Keluarga Sejahtera (Raskin) yang berdomisili di Jabodetabek, Anggota TNI dan Polri, Veteran Republik Indonesia, Penyandang disabilitas, Penduduk lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun, Pengurus masjid (marbut), Pendidik dan tenaga kependidikan pada PAUD, dan Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
Munculnya Wacana
Ada pun, wacana penyesuaian tarif ini muncul setelah Pemprov DKI menghadapi pemotongan DBH dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 triliun.
Kondisi itu disebut berdampak langsung pada kemampuan Pemprov DKI untuk melakukan subsidi pada sektor transportasi, termasuk TransJakarta yang selama ini mendapat sokongan besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kemudian, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta memastikan kajian terkait rencana penyesuaian tarif Transjakarta terus diperbarui setiap tahun.
“Pembaruan kajian dilakukan untuk menyesuaikan kemauan membayar atau ability to pay (ATP) masyarakat dan kemampuan membayar atau willingness to pay (WTP) masyarakat. Hal ini mengingat elastisitas tarif Transjakarta terhadap jumlah penumpang juga cukup tinggi,” papar Syafrin.
Hasil dari kajian tersebut juga akan menjadi dasar bagi Pemprov DKI Jakarta sebagai usulan yang akan dibawa kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta untuk mendapatkan persetujuan tarif baru.
Syafrin menjelaskan, saat ini tingkat kemampuan layanan (cost recovery) Transjakarta dalam menutup biaya operasional hanya mencapai 14 persen dari total biaya. Artinya, kata dia, sekitar 86 persen sisanya ditutup melalui subsidi Pemprov DKI Jakarta.
“86 persen ini terkoreksi dengan adanya pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH), sehingga berpengaruh terhadap kapasitas fiskal Jakarta. Kami terus melakukan simulasi agar tarif yang disesuaikan nanti tidak memberatkan masyarakat,” kata Syafrin.
Perhitungan Nilai Ekonomi
Syafrin menambahkan, berdasarkan perhitungan nilai keekonomian tahun ini, biaya operasional per penumpang TransJakarta mencapai Rp 13.000, sementara tarif yang dibayar masyarakat hingga kini masih Rp 3.500. Dengan demikian, subsidi yang diberikan Pemprov DKI Jakarta mencapai sekitar Rp 9.700 per penumpang.
“Nilai keekonomiannya Rp 13.000. Jadi Rp 9.700 itu subsidinya, ditambah Rp 3.500 tarif yang dibayar penumpang,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Komisi B Nova Harivan Paloh menyoroti kebijakan subsidi transportasi yang efisien dan tepat sasaran untuk menjaga keberlanjutan layanan publik di Jakarta.
“Kita sudah men-support subsidi ini dengan skema 15 golongan penerima manfaat,” kata Nova.
Ia menyebutkan, total subsidi transportasi oleh Pemprov DKI Jakarta hampir mencapai Rp 6 triliun. Porsi terbesar diperuntukkan ke layanan Transjakarta, yakni sekitar Rp 4 triliun sehingga penyesuaian tarif dinilai memerlukan kajian khusus.
“Perlu ada kajian khusus agar subsidi yang diberikan tetap efisien tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat,” ucap Nova.
Dia menyatakan, evaluasi juga dapat mencakup potensi penyesuaian tarif pada layanan TransJabotabek. Dengan demikian, pengelolaan subsidi diharapkan lebih berkelanjutan.
“Jika penyesuaian diperlukan, tentu harus melalui kajian yang matang,” terang Nova.
Kata Pengamat soal Rencana Kenaikan Tarif TransJakarta
Lalu, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, rencana kenaikan tarif Transjakarta memang sudah seharusnya dilakukan. Pasalnya, tarif bus tersebut sudah terlalu lama tidak naik.
Dia berseloroh, tarif transjakarta saat ini mungkin menjadi salah satu tarif transportasi yang terlama tanpa penyesuaian harga di dunia. Hal ini, kata dia tidak baik untuk keuangan daerah.
“Kenaikan tarif itu sudah kami usulkan sejak dua sampai tiga tahun lalu. Tarif Transjakarta ini sudah terlalu lama tidak naik, mungkin yang terlama di dunia,” kata Djoko kepada Liputan6.com, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, terdapat sejumlah alasan yang membuat penyesuaian tarif transjakarta perlu segera dilakukan. Salah satunya adalah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta setiap tahun, sementara tarif Transjakarta sama sekali tidak mengalami perubahan.
Selain itu, tarif layanan bus serupa di luar Jakarta rata-rata sudah mencapai Rp 5.000, meski wilayah tersebut memiliki UMP lebih rendah.
“UMP DKI tiap tahun naik. Sementara di luar Jakarta, tarif transportasi umumnya sudah Rp 5.000, padahal UMP mereka di bawah Jakarta,” terang Djoko.
Djoko berujar, kenaikan tarif TransJakarta juga dapat membantu mengurangi beban subsidi Pemprov DKI Jakarta yang selama ini selalu menanggung sebagian besar biaya operasional Transjakarta. Meski begitu, kata Djoko kebijakan subsidi tetap perlu diberikan, namun dengan porsi yang lebih proporsional.
“Kalau terlalu banyak subsidi juga kurang bagus. Subsidi itu tetap harus ada, tapi tidak terlalu besar. Jakarta sudah memberi contoh bagus dengan layanan transportasi yang cukup lengkap,” ujar Djoko.
Ingatkan Pemerintah Tetap Lindungi Kelompok Masyarakat Kurang Mampu
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar pemerintah tetap melindungi kelompok masyarakat yang kurang mampu.
“Kalau masyarakat merasa berat, ya masuk saja ke 15 kelompok yang sudah disediakan itu,” kata dia.
Djoko menekankan, kenaikan tarif juga harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan Transjakarta, terutama pada jam-jam sibuk agar penumpang tidak perlu mengantre panjang. Tak hanya itu, sterilisasi jalur busway juga perlu ditegakkan lebih ketat melalui kerja sama dengan kepolisian.
“Transjakarta juga harus berbenah. Armada di jam sibuk harus ditambah dan jalur busway harus benar-benar steril supaya waktu tempuh bisa lebih tepat,” tutur Djoko.
Terkait besaran kenaikan, ia menganggap tarif Rp5.000 per perjalanan masih tergolong wajar. Djoko juga mendorong penyesuaian serupa pada moda transportasi lain di bawah pengelolaan Pemprov DKI seperti KRL dan JakLingko, yang dinilai masih terlalu murah dan membebani anggaran subsidi pemerintah.
“Tarif Transjakarta Rp 5.000 itu wajar. KRL juga sudah seharusnya naik karena subsidi dari APBN terlalu besar, mencapai Rp 1,6 triliun hanya untuk Jakarta. JakLingko juga sebaiknya bayar Rp1.000, tidak perlu gratis,” ucap dia.
Kata Masyarakat
Sementara itu, Indri (25), warga Jakarta Barat yang sehari-hari menggunakan layanan bus Transjakarta untuk bekerja tidak masalah apabila tarif mengalami penyesuaian. Mengingat tarif sebesar Rp 3.500 tidak pernah berubah selama hampir 20 tahun.
“Rasanya enggak mungkin bisa keliling Jakarta cuma modal Rp 3.500 kalau bukan karena Transjakarta,” kata Indri.
Setiap hari, Indri menggunakan rute T31 dari Slipi Petamburan menuju PIK 2 saat berangkat kerja, melewati jalur tol. Untuk perjalanan pulang, ia naik rute 1A dari Pantai Maju ke Balai Kota, lalu melanjutkan perjalanan dengan rute 5M, 2H, dan 9D menuju Stasiun Tanah Abang.
Indri menilai, penyesuaian tarif wajar dilakukan karena selama ini operasional Transjakarta masih mendapat subsidi pemerintah. Meski demikian, ia berharap tarif baru Transjakarta nantinya tidak naik terlalu tinggi.
Menurut Indri, penyesuaian batas wajar tarif maksimal naik sebesar Rp 5.000, termasuk untuk rute Transjakarta yang melalui tol atau lintas wilayah.
“Kalau saya keluar biaya total Rp 10.000 per hari masih cocok, lebih dari itu terasa mahal,” tuturnya.
Selain soal tarif, Indri berharap ada peningkatan pelayanan, terutama terkait waktu tunggu (headway) dan kondisi armada.
“Semoga ada perbaikan di beberapa lokasi yang masih lama kedatangannya, dan bus yang suka bocor saat hujan juga diperbaiki,” tandas Indri.



