Jakarta, 11 Mei 2025 – Cadangan devisa Indonesia diperkirakan masih akan mengalami tekanan hingga akhir Semester I 2025, seiring langkah Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar valuta asing (valas), tanpa menaikkan suku bunga acuan.
Senior Chief Economist Samuel Sekuritas, Fithra Faisal Hastiadi, mengungkapkan bahwa keputusan The Fed untuk tetap mempertahankan suku bunga tinggi, serta meningkatnya inflasi domestik hingga 1,95% pada April, mendorong BI mengambil langkah intervensi guna menekan volatilitas dan ekspektasi inflasi, terutama dari sisi impor.
“BI diperkirakan akan menggunakan cadangan devisa sebagai instrumen utama, mengingat suku bunga acuan tetap dipertahankan,” ujarnya.
Hingga April 2025, cadangan devisa tercatat sebesar 152,5 miliar dolar AS, turun dari 155,7 miliar dolar AS pada akhir Desember 2024. Penurunan ini dipicu intervensi senilai sekitar 2 miliar dolar AS di pasar valas, pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan faktor musiman.
Meski begitu, cadangan devisa Indonesia masih berada di atas standar kecukupan internasional, mencakup 6,4 bulan impor, jauh melebihi batas aman IMF selama 3 bulan.
“Rupiah memang masih berada dalam tekanan ringan, namun strategi intervensi yang selektif dinilai cukup menjaga stabilitas keuangan nasional,” jelas Fithra.
Proyeksi Semester II 2025: Pemulihan Bertahap
Menurut Fithra, pemulihan cadangan devisa kemungkinan terjadi pada Semester II 2025, seiring dukungan dari:
- Kuatnya ekspor komoditas utama seperti batu bara dan CPO,
- Pemulihan sektor pariwisata, serta
- Arus modal masuk dari restrukturisasi BUMN dan penerbitan obligasi negara.