Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah pada awal pekan ini, dibuka di Rp16.634 per dolar pada Senin (22/9/2025), turun 33 poin (0,20%) dari posisi sebelumnya Rp16.601. Pelemahan ini dipengaruhi faktor domestik maupun global.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebut pelemahan rupiah terkait kebijakan ekonomi ekspansif pemerintah, termasuk penyaluran likuiditas Rp200 triliun ke bank BUMN, paket stimulus Rp16,23 triliun, dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tekanan juga muncul dari revisi proyeksi defisit anggaran RAPBN 2026 menjadi Rp689,1 triliun atau 2,68% dari PDB, lebih tinggi dari sebelumnya Rp638,8 triliun.
Di sisi moneter, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,00% pada Agustus 2025, sementara penguatan dolar AS pasca-FOMC menambah tekanan pada rupiah. Namun, peluang intervensi BI tetap ada melalui pasar spot, Non Deliverable Forward, dan Surat Berharga Negara (SBN).
Selain itu, pemerintah merevisi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025, menurunkan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,3% dari sebelumnya 5,3%-5,6%. Nilai tukar rupiah ditargetkan berada pada kisaran 15.300–15.900 per dolar AS, dan inflasi dijaga stabil di 2,5% ±1% (YoY).
RKP juga menyoroti upaya peningkatan penanaman modal asing dan domestik menjadi Rp1.868,23–Rp1.905,60 triliun serta penurunan incremental capital output ratio menjadi 6,3–6,0 untuk mendorong efisiensi investasi dan pertumbuhan ekonomi jangka menengah-panjang.