
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren penguatan yang signifikan, bahkan berpotensi kembali ke level Rp15.000 per dolar AS. Pada perdagangan Senin (30/6/2025) pagi, rupiah tercatat di Rp16.215/US$, melemah tipis 0,10% dari penutupan sebelumnya, namun secara umum rupiah sudah menguat 3,83% sejak level terlemah di April lalu.
Penguatan rupiah didorong oleh sejumlah faktor, antara lain:
- Gencatan Senjata Israel-Iran yang diumumkan pada 23 Juni 2025, yang meredakan ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan menurunkan harga minyak dunia ke bawah US$70 per barel, menguntungkan Indonesia sebagai negara net importir minyak.
- Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed, dengan peluang 67% pemangkasan pada September 2025, menekan dolar AS dan membuka ruang bagi apresiasi mata uang negara berkembang.
- Penurunan Indeks Dolar AS sebesar 10,38% sepanjang tahun ini, serta penurunan imbal hasil obligasi AS.
- Pengurangan Penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan meningkatnya minat pasar pada tenor pendek, mendorong penguatan pasar obligasi domestik.
Ekonom Senior Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini, memperkirakan rupiah dapat menguat hingga Rp15.900/US$, sementara Ekonom DBS Radhika Rao menambahkan bahwa penurunan imbal hasil obligasi jangka panjang menuju 6,6% dan stimulus fiskal tengah tahun turut mendukung penguatan rupiah.
Jika faktor-faktor global dan domestik tersebut terus kondusif, rupiah berpotensi menembus kembali level Rp15.000 per dolar AS dalam waktu dekat. Namun, stabilitas harga minyak, kebijakan moneter The Fed, serta pengelolaan fiskal dan pasar oleh pemerintah akan menjadi kunci utama arah rupiah ke depan.