
Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia diproyeksi mengalami deflasi pada Juni 2025, dengan penurunan sebesar 0,06% secara bulanan (month to month). Data ini akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik pada 1 Juli 2025. Meskipun demikian, secara tahunan, IHK masih diperkirakan mencatat inflasi sebesar 1,75%.
Jika terjadi, deflasi Juni menjadi yang keempat sepanjang tahun ini setelah Januari (-0,76%), Februari (-0,48%), dan Mei (-0,37%). Deflasi kali ini dipicu oleh menurunnya harga sejumlah bahan pangan seperti minyak goreng, gula, daging sapi, ayam, kedelai, cabai, bawang putih, serta harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi akibat melemahnya harga minyak dunia. Harga emas dan perhiasan juga mengalami penurunan.
Namun, beberapa komoditas justru mencatat kenaikan harga, seperti rokok, beras, bawang merah, dan tarif listrik yang kembali ke tingkat normal. Kenaikan harga bawang merah disebabkan gangguan produksi akibat kondisi tanah basah dan serangan hama pasca musim hujan.
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras naik 0,93% menjadi Rp15.483/kg, cabai rawit naik 2,63%, sementara harga daging ayam dan telur turun masing-masing 0,02% dan 0,34%.
Penurunan harga BBM non-subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Green, Dexlite, dan Pertamina Dex juga ikut menekan inflasi. Harga BBM subsidi seperti Pertalite dan solar tidak berubah. Penyesuaian harga ini merujuk pada Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022.
Deflasi ini bisa menjadi sinyal positif karena meringankan beban masyarakat, namun juga mengindikasikan potensi pelemahan daya beli akibat melemahnya permintaan. Para ekonom memandang deflasi Juni sebagai refleksi dari kondisi pasar yang kompleks, dengan inflasi inti yang diperkirakan stagnan di 2,41%.