
Pencurian mata uang kripto terus meningkat secara signifikan sepanjang tahun ini, dengan nilai total kerugian mencapai lebih dari US$2,15 miliar atau sekitar Rp 35 triliun. Laporan dari Chainalysis menyebutkan bahwa pencurian tahun 2025 ini merupakan yang terbesar dibandingkan tahun 2024, bahkan diperkirakan bisa mencapai US$4 miliar (Rp 65,2 triliun) jika tren ini berlanjut.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan jumlah korban pencurian kripto yang cukup tinggi, bersama Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Kanada, Jepang, dan Korea Selatan. Peningkatan korban paling besar terjadi di wilayah Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tengah, Selatan, dan Oceania.
Salah satu kasus pencurian terbesar tahun ini adalah peretasan platform Bybit yang terjadi di Korea Utara (DPRK), dengan kerugian mencapai US$1,5 miliar (Rp 24,4 triliun). Insiden ini menyumbang 69% dari total dana kripto yang dicuri sepanjang tahun.
Metode utama pencurian menggunakan teknik rekayasa sosial, termasuk infiltrasi ke layanan TI yang terkait kripto. Chainalysis menekankan pentingnya penerapan budaya keamanan yang kuat, audit rutin, dan penyaringan ketat karyawan bagi perusahaan. Untuk individu, menjaga kerahasiaan aset, menggunakan dompet dingin, dan mengonversi ke koin privasi menjadi langkah mitigasi penting agar terhindar dari pencurian.