Dalam menghadapi kemajuan teknologi, orangtua didorong untuk mengajarkan anak berpikir kritis agar tidak hanya terbiasa mengandalkan hasil instan dari teknologi, termasuk adanya kecerdasan buatan (AI).
Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Adityana Kasadravati Putranto mengatakan, orangtua sebaiknya mengajarkan anak untuk menganalisis jawaban yang diberikan AI dan berdiskusi mengenai potensi kesalahan yang mungkin terjadi. “Ajarkan anak untuk tidak hanya menerima informasi dari AI, tetapi juga untuk mempertanyakan dan menganalisis jawaban yang diberikan. Diskusikan dengan mereka tentang bagaimana AI bekerja dan potensi kesalahan yang mungkin terjadi,” tutur Adityana.
Selain itu, penting untuk menanamkan pada anak bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan sebagai pengganti usaha anak. Orangtua dianjurkan mengajak anak untuk berekreasi dan menyelesaikan tugas dengan cara melibatkan pemikiran dan usaha pribadi.
“Diskusikan dengan anak tentang pentingnya kejujuran dan integritas dalam menggunakan AI. Ajarkan mereka tentang plagiarisme dan bagaimana menggunakan teknologi dengan cara yang etis,” ucapnya.
Anggota Ikatan Psikolog Klinis Indonesia ini juga menekankan pentingnya pendampingan orangtua ketika anak menggunakan AI, termasuk membatasi waktu pengguaan dan memilih aplikasi yang aman.
Menurut Adityana, penting bagi orangtua terlibat dalam penggunaan AI oleh anak-anak, bukan hanya sebagai pengawas, melainkan juga sebagai pendamping.
“Ini termasuk mendiskusikan apa yang anak pelajari dan bagaimana mereka menggunakan teknologi tersebut,” jelasnya.
Terapkan Batasan Penggunaan Gadget
Menerapkan batasan waktu penggunaan teknologi dinilai penting karena terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar dapat mengganggu Kesehatan fisik dan mental anak. Oleh karena itu, Adityana menganjurkan orangtua membuat jadwal seimbang antara waktu belajar dan bermain.
Dia juga mengingatkan agar orangtua memilih aplikasi AI yang telah teruji dan aman untuk anak. Aplikasi yang tidak jelas asal-usulnya sebaiknya dihindari an pastikan konten yang disediakan sesuai dengan usia anak.
“Pastikan anak tetap terlibat dalam interaksi social dan aktivitas fisik. Penggunaan AI seharusnya tidak menggantikan pengalaman belajar yang diperoleh dari interaksi langsung dengan orang lain,” pungkasnya.
Dorong Anak Lakukan Interaksi Sosial Langsung
Guna membatasi interaksi anak dengan AI, orangtua bisa mengambil sejumlah langkah strategis. Langkah tersebut antara lain dengan membangun rutinitas keluarga, misalnya dengan meluangkan waktu setiap hari untuk berinteraksi dengan anak tanpa gangguan teknologi. Dapat pula berupa makan bersama, bermain atau berbicara tentang kegiatan sehari-hari.
“Orangtua juga bisa mengajak anak melakukan aktivitas yang tidak melibatkan teknologi seperti berolahraga, berkebun, atau melakukan kerajinan tangan,” jelasnya.
Orangtua bisa mendorong interaksi social anak dengan membuat jadwal untuk bermain bersama keluarga, atau mengunjungi teman dan kerabat.
Anak juga dianjurkan untuk mendaftar dalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti olahraga, seni, atau klub yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan teman sebaya.