Profesi Influencer Makin Dilirik Saat PHK Massal Melanda Global

Diposting pada

Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) global dan lesunya pasar tenaga kerja, profesi influencer justru mengalami lonjakan permintaan dan penghasilan. Dunia digital menjadikan para kreator konten sebagai ujung tombak strategi pemasaran baru, menggantikan pendekatan konvensional seperti iklan televisi dan billboard.

Contohnya Ashton Hall, influencer kebugaran yang viral karena video rutinitas paginya mencelupkan kepala ke air mineral dingin merek Saratoga. Aksi tersebut meningkatkan pamor merek, meski awalnya tidak ada kerja sama resmi. Hal ini menunjukkan kekuatan pengaruh influencer terhadap perilaku konsumen.

Merek global seperti Coach, Dove, dan Hellmann’s kini menggencarkan kolaborasi dengan para influencer, terutama melalui platform seperti TikTok. Tas Coach dengan hiasan unik misalnya, mendadak menjadi tren Gen Z dan mendorong lonjakan penjualan.

Menurut data Statista, industri pemasaran influencer diproyeksikan tumbuh 36% pada 2025 hingga menyentuh US$33 miliar (Rp540 triliun). Deloitte juga mencatat, belanja merek untuk konten kreator naik 49% secara global tahun lalu, dengan seperempat anggaran media sosial dialokasikan khusus untuk influencer.

CEO Unilever, Fernando Fernandez, bahkan mengungkapkan rencana untuk merekrut influencer 20 kali lebih banyak dari sebelumnya. Perusahaan juga menggandakan anggaran iklan media sosial menjadi 50% dari total belanja iklan mereka.

Namun, strategi ini bukan tanpa risiko. Adidas, misalnya, pernah memutus kerja sama dengan Kanye West akibat kontroversi yang mencoreng citra perusahaan. Untuk menghindari risiko serupa, kini mulai muncul tren baru: influencer buatan AI yang bisa dikendalikan penuh dan bebas skandal.

Meski demikian, keaslian dan koneksi emosional dari influencer manusia masih dianggap tak tergantikan. “Orang lebih percaya orang daripada merek,” ujar Rahul Titus dari Ogilvy.

CEO agensi The Fifth, Oliver Lewis, menyimpulkan, “Influencer kini bukan sekadar pelengkap, tapi jadi pusat strategi pemasaran.” Meskipun masa depan industri ini belum sepenuhnya jelas, posisinya kini semakin vital di tengah pergeseran lanskap pemasaran global.