Pro Kontra Memasukkan Siswa Nakal ke Barak Militer Selama 6 Bulan

Diposting pada

Kebijakan siswa nakal di kirim ke barak militer

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memasukkan siswa nakal di Jawa Barat ke barak militer selama enam bulan. Meski menuai pro dan kontra, program ini tetap dijalankan oleh Dedi Mulyadi mulai Jumat (2/5/2025), bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025. “Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal.

TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi. Menurut Dedi, selama ini sudah banyak orangtua yang sedih karena anaknya terlibat dalam pergaulan bebas, seperti tawuran, masuk geng motor, dan mengonsumsi obat terlarang. Oleh karena itu, Dedi menilai perlu cara baru untuk mencegah siswa sekolah bermasalah terjerat lebih jauh pada masalah tersebut dengan bantuan TNI.

“Anak-anak yang orangtuanya sudah tidak sanggup lagi mendidik akan kami wajib militerkan,” ujarnya. Meski siswa tersebut dididik di barak militer, Dedi memastikan tetap diberikan pendidikan formal di sekolah sehingga tidak tertinggal secara materi umum.

Dikhawatirkan memunculkan geng baru

Melihat kebijakan tersebut, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri. “Akan ada perubahannya di dalam lingkungan sosial masyarakat. Apakah masyarakat menerima tidak menerima atau malah menjadi, maaf, geng baru,” kata Iman, Rabu (30/4/2025). Iman mengatakan, jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat ingin memasukkan siswa nakal ke barak militer, harus dilakukan dengan berbasis data.

Berdasarkan data P2G, kata Iman, populasi remaja di Jawa Barat mencapai 8,1 juta atau sekitar 18,22 persen dari total penduduk Jawa Barat. Populasi remaja terbanyak ada di Kabupaten Bandung dengan angka 905.000 remaja. “Pak Gubernur harus melihat data terlebih dahulu. Nah, memang kenakalan remaja, seperti apa di Jawa Barat,” ujarnya.

Setelah mengetahui data, Iman menilai Pemprov Jawa Barat harus membedakan antara terminologi pendidikan militer dan pendidikan karakter. Sebab, menurut Iman, ada perbedaan pendekatan antara pendidikan militer dan pendidikan karakter.

“Kalau pendidikan karakter itu diatur dalam Perpres 87 Tahun 2017 tentang Pendidikan Karakter,” ungkapnya. “Yang kedua pendekatan yang dipakai ini berbeda ya antara pendidikan militer dengan pendidikan sipil. Jangan lupakan anak remaja kita ini adalah masyarakat sipil,” lanjut dia. Selain itu, lanjut Iman, juga perlu ada indikator seperti apa anak yang akan disebut nakal. “Kalau yang dimaksud itu melakukan tindakan kekerasan pidana. Itu kan sebetulnya sudah ada lembaga pembinaan anak LPKA atau LPKS,” tuturnya. Oleh karena itu, menurut Iman, Pemprov Jawa Barat sebaiknya mengambil kebijakan berbasis riset agar tidak membuat kebijakan yang serampangan.

Iman juga menyarankan Pemprov Jawa Barat agar sebaiknya fokus pada pendidikan karakter sebagai kekuatan utama mencegah kenakalan, serta bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mencegah kenakalan remaja yang dikhawatirkan merugikan masyarakat. “Misalkan tawuran itu selalu di titik di mana aparat kepolisian tidak ada dan harusnya ada perubahan penanganan dari pihak kepolisian,” ujarnya. Iman menambahkan, dibanding memasukkan anak ke barak militer, sebaiknya Pemprov Jawa Barat membangun sekolah militer khusus anak-anak bermasalah sehingga anak-anak itu bisa belajar dengan kurikulum yang jelas. “Sekolah-sekolah kedinasan militer yang dibayar full oleh pemerintah provinsi, berasrama. Nah, kalau seperti ini mungkin bisa saja,” ungkapnya. “Karena ini masih melibatkan kurikulum dan ini ada tujuannya ke depannya. Nah, ini adalah pendekatan pedagogis,” jelasnya.

Tak boleh abaikan pendidikan formal

Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, juga mengingatkan agar kebijakan pendidikan militer untuk siswa tidak mengabaikan hak dasar siswa untuk memperoleh pendidikan formal. “Tanpa mengabaikan hak-hak dasar siswa untuk mendapatkan pendidikan yang menyeluruh dan berorientasi pada pengembangan potensi siswa,” ujar. Lalu berpendapat, secara umum, pendidikan militer dapat membangun karakter disiplin pada anak muda. Namun, menurut dia, wacana ini perlu dikaji lebih dalam dan dibahas melalui dialog dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, praktisi pendidikan, dan masyarakat. “Artinya, dalam konteks gagasan, wacana pendidikan militer ini memang perlu dikaji mendalam,” ucapnya.

Lalu menyampaikan kekhawatirannya bahwa program ini dapat mengalihkan fokus pendidikan dari tujuan utama, yaitu pengembangan akademik dan keterampilan hidup. Ia juga mengingatkan bahwa kurikulum pendidikan nasional saat ini sudah mengintegrasikan nilai-nilai bela negara melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).

“Konsep bela negara lebih ditekankan pada pembangunan kesadaran nasionalisme, cinta tanah air, dan kesiapan mental-spiritual untuk membela negara, bukan melalui pelatihan militer fisik,” terang Lalu. Menurut Lalu, beberapa instansi seperti Kementerian Pertahanan telah menyelenggarakan program bela negara secara sukarela untuk masyarakat umum. Ia merujuk pada Permenhan No 8 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang menyesuaikan materi bela negara berdasarkan jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi.

Lalu menilai bahwa pendidikan karakter dan nasionalisme sudah semestinya menjadi bagian integral dari kurikulum yang ada. Ia menekankan bahwa penguatan kurikulum dan penerapan program-program pendidikan karakter yang relevan jauh lebih penting daripada menerapkan model pelatihan militer bagi siswa. “Pendidikan bela negara yang ada saat ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks pendidikan nasional,” tegasnya.

Mengingat kompleksitas dunia pendidikan, Lalu mengingatkan agar pengembangan karakter siswa tetap dilakukan dalam kerangka pendidikan formal dan tidak melanggar hak-hak siswa. Ia menegaskan perlunya pendekatan berbasis penguatan kurikulum yang menekankan nilai-nilai nasionalisme, ketahanan mental, serta keterampilan abad ke-21. “Kita perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada perkembangan pendidikan anak bangsa secara utuh,” ujarnya.