Liputan6.com, Palangka Raya- Petugas kepolisian menetapkan 27 tersangka dalam kasus penjarahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Penjarahan tersebut terjadi di kawasan PT Agro Karya Prima Lestari (AKPL), Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalteng, Iwan kurniawan mengatakan, para pelaku melakukan aksi premanisme dengan cara mengintimidasi dan melakukan pengancaman. Bahkan, mereka melakukan pengrusakan fasilitas perusahaan.
“Terkait dengan kasus pencurian buah sawit ini, selain melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi, mereka juga menekan pihak kepolisian dan membakar pos portal milik perusahaan,” kata Iwan Kurniawan, Selasa (13/5/2025).
Iwan juga membeberkan jika ada sekelompok massa yang menekan kepolisian untuk membebaskan para pelaku. Ia akan berkomitmen untuk memberantas aksi kejahatan dan premanisme di wilayahnya tanpa pandang bulu.
“Kami tegaskan masalah hukum ini tidak bisa ditekan dengan kekuatan massa, oleh sebab itu saya pastikan semua proses akan dilakuan, terkait penyadaran sudah berhasil kita bebaskan,” tambah Iwan.
Dalam kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan sejunlah barang bukti berupa 9 unit mobil, 8 alat egrek, dan 8 tojok, 1 cangkul.
Para pelaku dijerat Pasal 363 ayat (1) 4E KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dengan ancaman hukuman penjara selama 7 tahun atau Pasal 107 huruf d Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan acaman kurungan penjara selama 4 tahun dan denda paling banyak 4 miliar.
Pengamanan Kepolisian
Polda Kalteng saat ini telah melakukan pengamanan di TKP dengan melibatkan personel gabungan baik Brimob, Ditsamapta, Ditreskrimum Polda dan Polres. Kasus pencurian bermula adanya laporan terkait pencurian TBS di Pos 32 Mentaya Estate milik AKPL di Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan, Kalteng.
Pihak kepolisian yang dipimpin langsung oleh Kapolres Seruyan melakukan penindakan terhadap para pelaku. Namun, hal itu memicu reaksi oleh sekelompok orang yang memaksa rekannya yang diamankan untuk dilepaskan, hingga akhirnya terjadi aksi pengrusakan fasilitas perusahaan.
Kasus ini terus dikembangkan, untuk mengungkap aktor intelektual dan penjualan hasil curian. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan, motif penjarahan didorong oleh alasan ekonomi.