Tahun 2025 menjadi tonggak penting di mana kesehatan mental mendapatkan perhatian global yang jauh lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kesadaran ini didorong oleh kombinasi faktor sosial, ekonomi, dan teknologi.

Penyebab meningkatnya perhatian:
- Dampak jangka panjang pandemi COVID-19, yang masih terasa dalam bentuk trauma, kecemasan, dan depresi.
- Tekanan ekonomi global, seperti inflasi tinggi dan ketidakpastian pekerjaan, meningkatkan stres di kalangan masyarakat.
- Ketidakpastian politik dan perubahan iklim, yang menyebabkan kecemasan masa depan (eco-anxiety).
- Peningkatan penggunaan media sosial, yang berkontribusi pada isolasi sosial, body image issues, dan cyberbullying.
Langkah-langkah besar yang diambil dunia:
- Pemerintah di banyak negara meningkatkan anggaran untuk layanan kesehatan mental, termasuk terapi gratis atau subsidi di sektor publik.
- Organisasi internasional seperti WHO meluncurkan program “Mental Health for All” untuk memperluas akses layanan ke negara-negara berkembang.
- Perusahaan besar (seperti Google, Microsoft, dan Tesla) memperkenalkan kebijakan keseimbangan kerja-hidup dan hari libur untuk kesehatan mental.
- Sekolah dan universitas di berbagai negara mulai mewajibkan kurikulum kesehatan mental, mengajarkan keterampilan coping sejak dini.
- Aplikasi kesehatan mental berbasis AI, seperti terapi chatbot dan meditasi digital, menjadi lebih populer dan terjangkau.
Isu-isu penting yang tetap menjadi tantangan:
- Stigma terhadap penyakit mental masih kuat di beberapa budaya dan komunitas.
- Akses tidak merata: Layanan kesehatan mental berkualitas masih sulit dijangkau di daerah pedesaan dan negara-negara berpenghasilan rendah.
- Kurangnya tenaga profesional: Kekurangan psikolog, psikiater, dan konselor menjadi kendala utama.
Tren masa depan menunjukkan bahwa kesehatan mental akan semakin dianggap sebagai bagian integral dari kesehatan umum, setara dengan kesehatan fisik.