UMKM memegang peran sentral dalam perekonomian nasional, namun kini dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar dari transformasi digital. Isu ini dibahas tuntas dalam diskusi panel bertajuk “Membangun Ketahanan Finansial untuk UMKM di Era Digital” yang digelar di Hallf Patiunus, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Deputi Usaha Kecil Kementerian Koperasi dan UKM, Temmy Satya Permana, menekankan bahwa masalah mendasar yang menghambat pertumbuhan UMKM seringkali berakar pada data dan pencatatan. Oleh karena itu, pemerintah kini memprioritaskan program Satu Data UMKM sebagai agenda strategis.
Menurut Temmy, integrasi data sangat krusial agar kebijakan pemberdayaan dan akses pembiayaan bisa lebih tepat sasaran. Ia menilai masih banyak pelaku UMKM yang sulit mendapatkan modal usaha dari lembaga formal akibat lemahnya administrasi.
“Kita ingin data UMKM terintegrasi agar intervensi bisa lebih tepat. Masalah terbesar masih pada pembukuan yang tidak rapi, terutama bagi UMKM perempuan,” ujar Temmy dikutip Jumat (21/11/2025)
Isu pencatatan keuangan ini menjadi sorotan tajam mengingat dominasi perempuan dalam ekosistem bisnis mikro. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat bahwa 60 persen pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan. Sayangnya, mayoritas masih menghadapi kendala literasi finansial dasar.
Sementara itu, Elwyn Panggabean dari Women’s World Banking (WWB) memaparkan dampak nyata dari inklusi keuangan terhadap profitabilitas usaha. Menurutnya, kepemilikan rekening bank saja tidak cukup; pelaku UMKM harus didorong untuk aktif menggunakan layanan keuangan digital.
“Riset global kami menunjukkan bahwa peningkatan kapabilitas finansial dan digital dapat meningkatkan pendapatan UMKM perempuan hingga 20-25 persen. Penggunaan layanan keuangan yang tepat membuat pencatatan lebih tertib dan keputusan usaha lebih akurat,” ungkap Elwyn.
Elwyn menambahkan, teknologi digital menjadi “game changer” bagi perempuan pelaku UMKM. Dengan digitalisasi, mereka dapat menjalankan bisnis secara efisien dari rumah tanpa harus meninggalkan tanggung jawab mengurus keluarga atau menyewa toko fisik yang mahal.
Permintaan Kredit Tergantung Pasar dan Bukan Suku Bunga
Wakil Direktur Utama SeaBank, Junedy Liu, turut menyoroti dampak keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan terhadap minat pembiayaan UMKM. Menurutnya, stabilnya suku bunga belum mendorong kenaikan signifikan dalam permintaan kredit.
“Impact-nya belum besar karena suku bunga acuan ditahan. UMKM biasanya mengajukan pembiayaan ketika permintaan pasar naik, bukan semata karena perubahan bunga,” jelas Junedy.
Ia menilai digitalisasi justru menjadi faktor utama yang memperluas akses pembiayaan. Dengan semakin banyaknya data transaksi yang bisa diolah melalui ekosistem digital, proses analisis kredit menjadi lebih cepat dan efisien.
“Digitalisasi memungkinkan bank mengakses histori data UMKM dengan mudah. Dengan efisiensi itu, biaya layanan bisa ditekan dan manfaatnya dirasakan UMKM dan retail di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Junedy juga menyoroti pola musiman seperti kampanye belanja 10.10, 11.11, dan 12.12 yang memicu lonjakan kebutuhan modal kerja. SeaBank, yang berada dalam ekosistem Shopee, menyesuaikan pembiayaan untuk memenuhi peningkatan permintaan tersebut.
Literasi Digital Adalah Fondasi Ketahanan UMKM
Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia, Nita Anastuty menutup diskusi dengan menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat ketahanan finansial UMKM. Menurutnya, UMKM membutuhkan ekosistem digital yang inklusif dan mudah diakses untuk bertahan menghadapi disrupsi ekonomi.
“Ketahanan UMKM hanya bisa terwujud jika pemerintah, regulator, industri keuangan, dan platform digital bergerak bersama,” ujarnya.










