Jakarta – Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai pembatalan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai sinyal kuat bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai menunjukkan peran dominannya sebagai pemimpin negara, meski belum resmi dilantik.
Menurut Jamiluddin, keputusan TNI untuk membatalkan mutasi jabatan Pangkogabwilhan I yang semula hendak dilepas Kunto, mengindikasikan bahwa Prabowo tidak menginginkan adanya pergantian tersebut.
“Secara politis, Presiden tampaknya tak menginginkan pergantian tersebut. Presiden tetap menginginkan Kunto Arief tetap pada jabatannya,” ujar Jamiluddin, Sabtu (3/5/2025). Ia menyebut langkah itu sebagai bentuk ketegasan dan kepemimpinan yang diharapkan publik dari Prabowo.
Mutasi terhadap Kunto sebelumnya diumumkan dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tertanggal 29 April 2025. Namun, sehari setelahnya, mutasi itu dibatalkan bersama enam perwira tinggi (pati) lainnya melalui SK baru bernomor Kep/554.a/IV/2025 tertanggal 30 April 2025.
TNI berdalih pembatalan itu didasari oleh pertimbangan organisasi dan kebutuhan operasional di lapangan. Namun, Jamiluddin melihat ada muatan politis di balik keputusan tersebut, mengingat ayah Kunto, Try Sutrisno, adalah salah satu tokoh di Forum Purnawirawan TNI-Polri yang menuntut pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sementara itu, sosok yang disiapkan untuk menggantikan Kunto disebut-sebut sebagai Laksamana Muda Hersam, mantan ajudan Presiden Jokowi. “Dekatnya waktu peristiwa politik itu dengan keluarnya penggantian jabatan Kunto Arief menguatkan spekulasi keputusan itu sangat politis,” kata Jamiluddin.
Ia menyimpulkan bahwa campur tangan politik kemungkinan besar memengaruhi pembatalan tersebut, dan tak menutup kemungkinan Prabowo sendiri yang meminta agar Kunto tetap menjabat.
TNI sendiri belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait dugaan adanya tekanan politik dalam keputusan ini, dan tetap menyatakan pembatalan dilakukan murni karena kebutuhan organisasi.