Dukungan dari sejumlah tokoh nasional yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) terus mengalir untuk memperjuangkan kebebasan para aktivis yang ditahan polisi pascademo ricuh bulan lalu.
Para tokoh nasional tersebut adalah istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, eks Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, aktivis yang juga anak Sinta Nuriyah, Inayah Wulandari Wahid, akademisi Karlina R. Supelli, Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, cendekiawan Komaruddin Hidayat, hingga Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.
Para tokoh tersebut mendatangi Polda Metro Jaya, Selasa (23/9/2025), untuk menjenguk sejumlah aktivis yang masih ditahan.
“Ini adalah wujud kami, kepedulian kami, sekaligus keprihatinan atas adanya sejumlah aktivis, mahasiswa yang ditahan karena peristiwa demo beberapa waktu yang lalu,” kata mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Polda Metro Jaya, Selasa (23/9/2025).
Lukman mengatakan, GNB ingin memastikan kondisi para tahanan, mendengar langsung cerita mereka, serta menyampaikan kegelisahan moral kepada pimpinan kepolisian.
“Kami menyempatkan diri untuk hadir di sini, setidaknya untuk memastikan kondisi mereka seperti apa saat ini, juga untuk mendengar apa yang mereka rasakan, apa latar belakang penangkapannya dan hal ikhwal yang terkait dengan peristiwa beberapa hari yang lalu dan apa harapan-harapan mereka,” ucap dia
Dia mengatakan, GNB juga mengirim surat resmi kepada Kapolri meminta pembebasan para aktivis yang dianggap hanya menyampaikan aspirasi secara damai.
“Atau kalaulah kemudian pihak-pihak kepolisian menilai, memiliki bukti-bukti dalam kaitannya dengan proses hukum yang harus dijalani oleh mereka, mudah-mudahan penahanan yang mereka alami saat ini betul-betul tetap menjunjung hak-hak dasar, hak asasi manusia,” ucap dia.
Para aktivis yang masih ditahan adalah Delpedro Marhaen (Direktur Lokataru Foundation), Muzaffar Salim (staf Lokataru), Syahdan Husein (admin Gejayan Memanggil) dan Khariq Anhar (admin Aliansi Mahasiswa Penggugat), RAP dan Figha Lesmana.
Kritik Publik Bagian Demokrasi
Cendekiawan Komaruddin Hidayat, menambahkan, para aktivis itu sejatinya adalah generasi muda dengan idealisme tinggi. Mereka lahir di era media sosial dan menggunakan kanal digital sebagai bahasa ekspresi.
“Anak-anak aktivis itu biasanya punya idealisme. Mereka punya cara dan gaya tersendiri, lebih-lebih mereka generasi Z. Oleh karena itu, salah satu bahasa mereka lewat media masa, media sosial,” ucap dia.
Baginya, unjuk rasa dan kritik publik merupakan bagian sah dari demokrasi. Represi terhadap mereka, kata Komaruddin, bukan saja bisa meredupkan semangat kritis anak muda, melainkan juga melemahkan demokrasi itu sendiri.
“Mereka itu putra-putra bangsa terbaik. Oleh karena itu, jangan sampai benih putra bibit unggul ini kemudian mati dan sampai mereka kemudian tidak tumbuh kalau salah treatment. Jangan sampai kemudian represi pada mereka kalau itu dirasakan itu akan melemahkan aspirasi semangat anak muda dan melemahkan demokrasi,” ucap dia.
Dia berharap penegakan hukum tidak sampai melemahkan aspirasi anak muda yang berpikir kritis, yang punya idealisme.