
Pemerintah Indonesia mengalami kerugian ekonomi hingga Rp150 triliun per tahun akibat sekitar 2 juta warga negara yang memilih berobat ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, hingga Amerika Serikat. Hal ini disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir saat meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur dan Bali International Hospital di Denpasar, Bali, Rabu (25/6).
Menurut Erick, kebiasaan ini bukan hanya disebabkan oleh biaya perawatan yang dianggap lebih murah di luar negeri, tetapi juga karena kenyamanan dan kemudahan proses layanan kesehatan di sana. Mantan Ketua Umum PB IDI, dr. Adib Khumaidi, menambahkan bahwa komunikasi dokter di luar negeri lebih efektif, menjadi salah satu alasan pasien lebih memilih fasilitas kesehatan di negara lain. Selain itu, kebijakan bebas pajak (free tax) yang diterapkan di luar negeri juga membuat biaya layanan kesehatan menjadi lebih terjangkau.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis dokter spesialis. Ia menjelaskan sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia sangat memberatkan karena calon spesialis harus berhenti bekerja dan membayar biaya pendidikan yang tinggi, berbeda dengan negara lain di mana dokter tetap digaji selama masa pendidikan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah meresmikan KEK Sanur yang mengintegrasikan rumah sakit, klinik spesialis, pusat riset medis, hotel, dan pusat konvensi. Diharapkan KEK Sanur dapat menjadi pusat pariwisata medis pertama di Indonesia dan mengurangi angka warga yang berobat ke luar negeri.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap bisa memperkuat sektor kesehatan dalam negeri sekaligus menahan potensi kebocoran devisa akibat pasien Indonesia yang berobat di luar negeri.