Pelemahan nilai tukar rupiah berakibat pada naiknya harga-harga barang di pasaran. Tidak hanya barang-barang seperti elektronik ataupun kendaraan, tetapi juga berimbas pada harga kebutuhan bahan pokok.
Ambil contoh, sebelumnya kita bisa membeli jeruk impor dengan harga Rp17.000/kg, karena nilai tukar rupiah melemah, kita mau tak mau membayar jeruk dengan harga Rp18.500/kg.
Jika pembelian masih dalam jumlah kecil, mungkin belum terlalu terasa efeknya. Namun, bila membeli barang elektronik semisal laptop, tentu saja efeknya akan terasa. Biasanya harga yang sudah naik kecil kemungkinan untuk turun kembali walaupun nilai rupiah menguat.
Faktor Penyebab Nilai Rupiah Melemah
Ada sejumlah penyebab kenapa nilai tukar rupiah melemah. Di bawah ini adalah sejumlah faktor yang memengaruhi kurs mata uang sehingga nilai rupiah melemah atau menguat. Apa saja itu?
1. Diferensiasi Inflasi
Inflasi merupakan salah satu faktor kenapa kurs berubah-ubah. Negara yang inflasinya rendah atau stabil, nilai mata uangnya jarang sekali mengalami pelemahan terhadap mata uang lain. Berbeda dengan negara yang inflasinya lebih sering naik ketimbang turunnya, nilai mata uangnya lebih sering melemah dan sewaktu-waktu menguat (tidak stabil).
Kaitan antara inflasi dan kurs juga tampak bila nilai rupiah melemah, inflasi akan terkena dampaknya. Angka inflasi akan cenderung naik karena beberapa produsen dalam negeri mengandalkan bahan baku dari luar negeri untuk produksi. Harga bahan baku yang mahal mengakibatkan harga produk juga mahal. Tentu saja ini mendorong naiknya inflasi.
2. Defisit Neraca Berjalan
Neraca berjalan diartikan sebagai keseimbangan dalam perdagangan antarnegara. Dalam melakukan transaksi, mata uang yang disepakati secara luas yang dipakai sebagai alat tukar. Jika suatu negara lebih sering membeli dari luar negeri ketimbang menjualnya ke luar negeri, neraca berjalan akan mengalami defisit.
Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan akan mata uang asing meningkat yang kemudian mengakibatkan pelemahan nilai mata uang dalam negeri.
3. Utang Publik
Pernah mendengar utang negara atau utang luar negeri? Di Indonesia adanya dana yang didapat dengan mengutang ditujukan untuk pembangunan dalam negeri. Seperti yang sering kita dengar, pembangunan infrastruktur yang kini gencar dilakukan negara. Dana yang dibutuhkan tidak sedikit demi terealisasinya pembangunan ini.
Karena itu, meminjam dari luar negeri (berutang) menjadi pilihan. Besarnya nilai utang berdampak pada perubahan kurs rupiah. Pembayaran cicilan utang beserta bunganya menggunakan mata uang asing. Akibatnya, permintaan akan mata uang asing meningkat ketimbang rupiah.
4. Ketentuan Perdagangan
Kegiatan ekspor dan impor dalam perdagangan memengaruhi kurs mata uang. Tingginya ekspor daripada impor menandakan perdagangan sedang dalam kondisi baik. Sebaliknya, tingginya impor daripada ekspor menandakan perdagangan sedang dalam kondisi kurang baik.
Lalu, mengapa bisa memengaruhi kurs mata uang? Dengan tingginya ekspor, permintaan mata uang asing tidak besar. Sebaliknya, tingginya impor menyebabkan permintaan mata uang asing meningkat. Akibatnya, rupiah bisa-bisa mengalami pelemahan.
5. Stabilitas Politik dan Ekonomi
Politik dan ekonomi saling terikat satu sama lain. Krisis politik menimbulkan krisis ekonomi. Begitu juga sebaliknya, krisis ekonomi menimbulkan krisis politik. Dampaknya, nilai mata uang bisa melemah dan terus melemah seperti yang pernah dialami Indonesia sewaktu krisis politik dan ekonomi 1998. Karena itu, betapa pentingnya stabilitas politik dan ekonomi tetap terjaga.
6. Faktor Eksternal atau Luar Negeri
Apa yang terjadi di luar negeri turut memicu perubahan nilai tukar rupiah. Adanya rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve System atau Fed Amerika Serikat memengaruhi kondisi perekonomian global. Imbasnya, dolar menguat, rupiah melemah. Di samping itu, perubahan kebijakan fiskal dan perdagangan di Amerika Serikat juga memberi dampak bagi nilai tukar rupiah.
Nilai Tukar Rupiah Melemah Sebabkan Tingginya Inflasi. Ini Cara Atasinya
Tingginya inflasi menyebabkan kenaikan harga. Dengan harga yang semakin tinggi, otomatis nilai tukar rupiah juga terdampak. Lalu, bagaimana cara mengatasi inflasi untuk menghindari makin melemahnya nilai tukar rupiah?
1. Kebijakan yang Bersifat untuk Mengurangi Jumlah Uang Beredar
Kebijakan ini tentunya hanya bisa dilakukan Negara, yaitu:
- Kebijakan pasar terbuka, yaitu menjual surat berharga dari Bank Indonesia kepada masyarakat. Dengan cara tersebut, otomatis bisa mengurangi jumlah uang yang beredar.
- Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan suku bunga. Diharapkan dengan dinaikkanya suku bunga maka masyarakat beramai-ramai ingin menabungkan uang mereka di bank
- Kebijakan cadangan kas yang dilaksanakan dengan menaikkan jumlah cadangan kas minimum. Hal ini berlaku bagi semua bank yang ada di Indonesia dan bukan hanya bank sentral. Sebisa mungkin bank diminta untuk menaikkan jumlah kas mereka.
- Pemberian kredit yang lebih selektif yang dilakukan dengan persyaratan yang sangat ketat. Hal ini tentunya akan sangat berdampak bagi para wirausahawan yang ingin meminjam dana di bank. Cara ini termasuk efektif sehingga masih sering digunakan.
- Sanering atau memotong nilai mata uang. Hal ini biasanya hanya dilakukan negara-negara yang mengalami hiperinflasi atau tingkat inflasinya sudah melampaui 100%.
- Menarik atau memusnahkan uang lama yang sudah tidak digunakan seperti misalnya uang Rp25.000 lama atau Rp100.000 lama.
- Membatasi percetakan uang baru.
2. Tidak Mengimpor Barang dari Negara yang Sedang Mengalami Inflasi
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penularan inflasi dari negara lain karena pada umumnya negara yang sedang mengalami inflasi akan menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal. Jika negara bersikeras membeli barang dari negara yang sedang mengalami inflasi, harga barang di dalam negeri akan semakin naik.
Bayangkan saja jika produsen tempe mengimpor kedelai dari suatu negara yang sedang mengalami inflasi. Normalnya, mereka menjual tempe seharga Rp5.000. Tapi, karena negara tempat membeli kedelai sedang mengalami inflasi, otomatis harga kedelai semakin naik sehingga berimbas langsung pada harga tempe yang naik menjadi Rp7.000.
3. Menetapkan Harga Maksimum
Langkah ini diambil untuk mewaspadai oknum-oknum yang sengaja menaikkan harga jualnya untuk mengambil keuntungan sendiri. Oknum ini biasanya memanfaatkan berbagai isu semisal harga impor bahan baku yang naik. Pemerintah bisa mengatasinya dengan kebijakan harga maksimum atas suatu barang/produk yang dijual di pasaran.
Peran Masyarakat dalam Mengatasi Laju Inflasi
Inflasi merupakan hal wajar yang dihadapi masyarakat setiap tahun. Sebagai masyarakat, kita juga bisa ikut andil untuk mengurangi risiko nilai tukar rupiah yang melemah, yaitu dengan cara mengurangi sifat konsumtif dan jangan lagi sampai terlalu berlebihan menggunakan barang impor.
Memang jika dilihat dari kualitas dan harga, beberapa barang impor terlihat lebih baik. Akan tetapi, saat ini barang-barang dari Indonesia pun sudah dapat bersaing dengan barang-barang dari luar negeri dan tidak kalah baiknya. Karena itu, tak ada salahnya memakai produk dalam negeri jika soal kualitas dan harga tidak beda-beda jauh. Hitung-hitung membantu negara dalam mengatasi tingginya inflasi.
Jaga Inflasi supaya Nilai Tukar Rupiah Tidak Terlalu Melemah
Dari uraian di atas, jelas sudah, ada kaitan antara inflasi dan nilai tukar rupiah yang mengakibatkan terjadinya penurunan nilai mata uang. Apalagi jika sampai terjadi ketidakseimbangan antara tingkat impor dan ekspor barang.
Meskipun tidak bisa dimungkiri, Indonesia masih sangat membutuhkan impor bahan baku dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Sementara Negara bisa meminimalkan dampaknya dengan berusaha untuk menjaga keseimbangan transaksi tersebut guna menjaga harga di pasaran tetap stabil.