Liputan6.com, Jakarta – Polri mengungkapkan salah satu modus kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja adalah menjanjikan atau mengiming-imingi korbannya mendapatkan pekerjaan menjadi operator komputer.
“Korban bersama suaminya diiming-imingi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di sana untuk bekerja di perusahaan dengan dijanjikan gaji Rp 9 juta per bulan,” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni dalam konferensi pers terkait pemulangan sembilan WNI korban TPPO dari Kamboja di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, seperti dilansir Antara, Sabtu (27/12).
Usai korban tertarik dengan tawaran pekerjaan tersebut, lanjut dia, pihak sponsor menyiapkan seluruh dokumen seperti paspor, visa, dan tiket keberangkatan.
Akan tetapi, setibanya di Kamboja, paspor korban diambil oleh sponsor tersebut dan korban dibawa ke tempat mereka bekerja online scamming (penipuan daring).
“Setelah tiba di Bandara Phnom Penh, Kamboja, korban dijemput dengan taksi kemudian diajak selama perjalanan 4 jam. Kebetulan mereka baru pertama kali ke Kamboja, mereka tidak paham lokasi itu ada di mana, sehingga mereka terima-terima saja. Ternyata dia dipekerjakan sebagai scammer,” tuturnya.
Apabila korban tidak bisa memenuhi target pekerjaan, maka akan mendapatkan hukuman fisik maupun psikis.
“Dari mulai yang ter-ringan, dia push up, kemudian sit up, kemudian lari di lapangan selama 300 kali di lapangan futsal,” kata Irhami.
Adapun korban berhasil kabur dari tempat bekerjanya saat mendapatkan peluang melarikan diri, seperti diajak makan bersama.
“Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke KBRI,” ujarnya.










