Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Miris! Perempuan yang Tak Merokok pun Bisa Kena Kanker Paru-Paru

Kanker paru-paru selama ini identik dengan kebiasaan merokok. Namun, kenyataannya, perempuan yang tidak merokok pun kini semakin banyak yang terdiagnosis kanker paru

“Kanker paru di Indonesia menjadi penyebab kematian nomor satu pada laki-laki, dan nomor enam dari seluruh jenis kanker pada perempuan. Yang memprihatinkan, kasus kanker paru pada perempuan non-perokok terus meningkat,” kata Dokter Spesialis Paru Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals, dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP(K). Menurut dr. Sita, kanker paru di Indonesia menyerang pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan data internasional.

“Usia rata-rata pasien kanker paru di Indonesia itu 10 tahun lebih muda dibandingkan data global. Ini terjadi bukan hanya pada perokok, tapi juga perempuan yang tidak merokok,” katanya. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor risiko kanker paru bukan hanya rokok konvensional, tetapi juga polusi udara, paparan bahan kimia berbahaya, serta penggunaan rokok elektronik seperti vape dan produk sejenisnya. 

“Sekarang kita lihat banyak orang yang bilang tidak merokok, tapi mereka vaping. Padahal, vaping itu rokok juga. Isinya tetap nikotin dan bahan kimia berbahaya,” kata dr. Sita.

Vape Bukan Solusi Berhenti Merokok

Lebih lanjut, dr. Sita menegaskan bahwa vape bukanlah alat bantu berhenti merokok. Hal ini sejalan dengan pernyataan resmi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang menolak klaim tersebut. 

“PDPI menyatakan dengan tegas bahwa vaping bukan alat untuk berhenti merokok. Jadi jangan salah kaprah. Efek jangka panjang dari vape juga masih terus diteliti, tapi risikonya jelas ada,” ujar dr. Sita.

Salah satu penyebab tingginya angka kematian akibat kanker paru di Indonesia adalah karena sebagian besar kasus baru terdeteksi pada stadium lanjut. 

Lebih dari 95 persen pasien datang dalam kondisi sudah berada di stadium 4, ketika kanker telah menyebar dan sulit diobati. 

“Kenapa banyak yang terlambat? Karena tidak ada gejala di awal dan tidak ada kebiasaan skrining. Padahal, skrining adalah proses menemukan penyakit sebelum muncul gejala, khususnya pada orang dengan risiko tinggi,” katanya. 

Orang dengan risiko tinggi antara lain mereka yang berusia di atas 45 tahun dan memiliki riwayat merokok, termasuk pengguna vape, serta mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker.

Semua Bisa Diakses Lewat BPJS

Kabar baiknya, proses diagnosis kanker paru seperti CT scan, bronkoskopi, hingga biopsi bisa diakses melalui BPJS Kesehatan. Masyarakat hanya perlu mengikuti alur rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. 

“Kalau ada kecurigaan, jangan takut. Semua pemeriksaan seperti CT scan, teropong paru, sampai biopsi bisa dicover BPJS. Tinggal minta rujukan dari faskes satu ke rumah sakit rujukan,” ujar dr. Sita. 

Sementara itu, pengobatan kanker paru juga terus berkembang. Untuk stadium awal, pembedahan dapat memberikan peluang kesembuhan yang tinggi. 

Sedangkan untuk stadium lanjut, tersedia terapi target (targeted therapy), kemoterapi, dan imunoterapi. 

“Kalau sudah tidak bisa dibedah, kita lihat dulu biomarkernya. Kalau positif, bisa pakai tablet, tidak harus kemo. Seperti EGFR TKI atau ALK inhibitor. Imunoterapi juga sudah tersedia, meskipun belum semuanya dicover BPJS,” katanya.

Jangan Remehkan Gejala dan Risiko

Executive Director MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS, menegaskan bahwa Siloam Oncology Summit merupakan bagian dari komitmen rumah sakit untuk turut menanggulangi tingginya beban kanker di Indonesia. 

Dia, menyebutkan, sekitar 60 s.d 70 persen kasus kanker di Indonesia terdiagnosis dalam stadium lanjut, sehingga pengobatannya lebih kompleks dan berbiaya tinggi. 

Karena itu, deteksi dan penanganan sejak dini sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan, termasuk kanker paru-paru.

Dengan banyaknya pilihan pengobatan dan akses melalui BPJS, dr. Sita mendorong masyarakat untuk tidak takut melakukan skrining sejak dini. 

“Jangan tunggu gejala. Kalau ketahuan lebih awal, kemungkinan sembuh jauh lebih besar. Dan yang paling penting, jangan merokok, termasuk rokok elektrik, dan hindari paparan polusi,” pungkasnya.

Exit mobile version