Meski Buron, Mantan Direktur Investree Adrian Gunadi Masih Jalankan Usaha di Qatar

Diposting pada

Liputan6.com, Jakarta – Meski berstatus tersangka dan buronan sejak Februari 2024, mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya, Adrian Gunadi, ternyata masih sempat membuka usaha serupa di Qatar.

Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Pol. Untung Widyatmoko, mengungkapkan bahwa Adrian Gunadi menjalankan bisnis penghimpunan dana masyarakat melalui JTA Investment, yang berafiliasi dengan JTA Holding.

Untung menyebut, hal itu ditemukan selama proses komunikasi dan koordinasi Interpol dengan pihak Qatar. Padahal, Adrian sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan dana masyarakat tanpa izin otoritas di Indonesia.

“Yang jelas yang bersangkutan di sana membuka usaha serupa penghimpunan dana masyarakat melalui JTA Investment. Walaupun Adrian kan sudah jadi tersangka,” ujar Untung kepada wartawan, usai Konferensi Pers Tindak Lanjut Penanganan Kasus Investree, Jumat (26/9/2025).

Meski sempat memanfaatkan status izin tinggal permanen di Qatar, akhirnya Adrian berhasil dipulangkan ke Indonesia berkat kerja sama erat antara NCB Jakarta, NCB Doha, dan dukungan penuh Kementerian Dalam Negeri Qatar.

“Alhamdulillah kerja sama itu dibuktikan komitmennya sehingga kami ke sana walaupun ada hambatan-hambatan, obstacle, tapi berhasil pula kami lewati dan sampai hari ini tersangka sudah bisa kami bawa pulang,” jelasnya.

Adrian diduga menggelapkan dana masyarakat melalui skema P2P Lending tanpa izin dengan total kerugian Rp 2,7 triliun. Proses hukum selanjutnya kini akan ditangani oleh penyidik Bareskrim Polri bersama OJK.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kepolisian Negara RI, serta sejumlah kementerian dan lembaga terkait berhasil memulangkan dan menahan Adrian Asharyanto Gunadi (AAG), mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya, yang diduga melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin OJK.

Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana menjelaskan dalam proses penegakan hukum, Penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI dalam menjerat tersangka dengan Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 305 ayat (1) jo Pasal 237 huruf (a) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun.

“Tersangka melakukan penghimpunan dana masyarakat secara melanggar ketentuan perundang-undangan pada periode Januari 2022 hingga Maret 2024 mencapai setidaknya Rp 2,7 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (26/9/2025).

Tersangka diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya (Investree). Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi.