Jakarta, 13 Mei 2025 – Meredanya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China membawa dampak positif bagi pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini membuka peluang besar bagi Indonesia, khususnya dalam hal arus investasi asing yang semakin meningkat.
Peluang Peningkatan Investasi
Seiring dengan berkurangnya ketegangan ekonomi antara dua negara ekonomi terbesar dunia, investor global yang sebelumnya menghindari risiko kini lebih percaya diri untuk menanamkan modal di Indonesia. Ini tercermin dalam peningkatan investasi langsung asing (FDI), yang berpotensi memberikan dorongan signifikan terhadap ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data terbaru dari Bank Indonesia (BI) pada periode 5 – 8 Mei 2025, investor asing tercatat melakukan beli neto sebesar Rp 0,12 triliun. Perinciannya, terdapat jual neto sebesar Rp 2,70 triliun di pasar saham, Rp 4,07 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan beli neto sebesar Rp 6,88 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Stabilitas Ekonomi Indonesia Meningkat
Selain arus investasi yang semakin positif, stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga semakin terjaga, memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dan investor. Hal ini menciptakan suasana yang lebih kondusif bagi kegiatan bisnis di Indonesia.
Dampak lainnya adalah peningkatan peluang ekspor Indonesia. Dengan AS dan China yang mulai mencari mitra dagang baru untuk menggantikan produk yang terkena tarif tinggi akibat perang dagang, Indonesia menjadi salah satu negara yang diuntungkan. Perusahaan multinasional yang sebelumnya bergantung pada China untuk kegiatan manufaktur kini mulai melirik Indonesia sebagai alternatif dalam diversifikasi rantai pasok.
Sektor Manufaktur dan Komoditas Meningkatkan Daya Tarik Indonesia
Kondisi pasar yang lebih kompetitif dan stabilisasi ekonomi global memberi dorongan positif bagi sektor manufaktur dan komoditas Indonesia. Negara ini semakin dilirik sebagai destinasi investasi yang menarik, dengan prospek pertumbuhan yang semakin baik.
Peluang Bagi Rupiah dan Mata Uang Asia
Ketegangan yang mereda antara AS dan China juga mendorong ketertarikan investor asing untuk masuk ke pasar emerging market (EM), khususnya di kawasan Asia. Beberapa mata uang Asia yang dinilai masih undervalued, seperti Rupiah Indonesia, Won Korea Selatan, dan Rupee India, menjadi perhatian para trader yang ingin memanfaatkan potensi penguatan mata uang seiring dengan penurunan daya tarik dolar AS.
Menurut Claudia Calich, Kepala EM Debt at M&G Investment Management, secara fundamental, rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya telah lama undervalued dan menarik untuk diperdagangkan.
Namun, meskipun terdapat optimisme yang meningkat, rupiah tercatat sebagai salah satu mata uang Asia yang mengalami kinerja paling buruk hingga 13 Mei 2025, dengan pelemahan 2,61%. Hal ini berbanding terbalik dengan mata uang lain seperti Yen Jepang dan Won Korea Selatan, yang masing-masing menguat sebesar 5,55% dan 4,17%.
Langkah Indonesia ke Depan
Dengan situasi yang semakin stabil, Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat kebijakan investasi dan meningkatkan daya saing industri domestik. Kebijakan yang tepat dapat memastikan Indonesia meraih manfaat maksimal dari perubahan situasi ekonomi global yang lebih kondusif ini.