Menteri Lingkungan Hidup (Menteri LH) Hanif Faisol Nurofiq melakukan kunjungan dan verifikasi lapangan di lokasi yang terdampak banjir dan longsor di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Kunjungan Menteri LH Hanif menegaskan, kerusakan yang memicu bencana didominasi faktor alam dan menuntut evaluasi menyeluruh terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan di kawasan rawan bencana.
“Bukit-bukit tersebut adalah zona perlindungan vital bagi Kota Padang dan sekitarnya. Jika fungsi perlindungan ini terganggu, dampaknya akan semakin besar dan masif,” ujar Hanif saat meninjau lereng-lereng kritis di kawasan Pegunungan Bukit Barisan, dilansir dari www.kemenlh.go.id, Jumat (12/12/2025).
Hanif tak sendiri. Ia juga didampingi Gubernur Sumatera Barat, Wali Kota Padang, dan Wakil Bupati Padang Pariaman, dimulai dengan pemantauan udara serta peninjauan langsung ke titik-titik kritis.
Hanif menjelaskan, observasi lapangan menemukan timbunan kayu besar di aliran sungai dan pesisir yang sebagian besar berasal dari pohon utuh yang tercabut akibat dorongan air ekstrem, bukan dari aktivitas penebangan skala besar.
“Temuan awal ini mengarahkan fokus pemeriksaan pada faktor hidrometeorologis, kemiringan lereng, dan morfologi sungai,” kata dia.
“Hampir semua kayu yang terbawa adalah pohon utuh yang tercabut oleh dorongan air ekstrem. Ini indikasi bahwa curah hujan dan kemiringan lereng memainkan peran utama dalam kejadian ini,” sambung Hanif.
Dia mengatakan, berdasarkan temuan lapangan, KLH/BPLH akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen lingkungan, khususnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang terkait Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan industri di sekitar wilayah terdampak.
Fokus Faktor Alam dari Menteri LH untuk di Evaluasi
Hanif menyebut, salah satu fokus utama adalah revisi parameter curah hujan dalam AMDAL; dokumen yang selama ini menggunakan angka rujukan 125 mm perlu disesuaikan mengingat curah hujan aktual saat kejadian tercatat antara 350–450 mm, jauh melampaui asumsi sebelumnya.
Dia menginstruksikan, langkah prioritas meliputi percepatan pembersihan material kayu di wilayah pesisir dengan target penyelesaian maksimal satu bulan, penataan ulang permukiman di kelokan dan bantaran sungai, serta peninjauan ulang tata ruang di lereng curam dan puncak bukit.
“Relokasi permukiman di zona risiko tinggi menjadi opsi yang harus dipertimbangkan demi keselamatan warga,” kata Hanif.
“Pembersihan material kayu di pesisir harus dipercepat; ini bukan sekadar soal estetika, tetapi menyangkut keselamatan dan fungsi ekologis pesisir,” sambung dia.
Koordinasi Kebencanaan
Hanif menegaskan, koordinasi kebencanaan dan informasi cepat kepada masyarakat menjadi sorotan penting.
Dia meminta pemanfaatan teknologi peringatan dini dan sinkronisasi data dengan BMKG agar respons evakuasi dan mitigasi lebih cepat dan tepat sasaran.
“Selain itu, KLH/BPLH akan memperkuat kapasitas pengelolaan lingkungan di tingkat daerah melalui penegakan regulasi, revisi standar teknis, dan pengawasan pelaksanaan mitigasi sesuai kewenangan undang-undang,” ucap Hanif.
Menurut dia, pemerintah daerah berkomitmen mempercepat pembersihan dan pemulihan. Hanif menyampaikan keprihatinan mendalam atas korban jiwa dan kerusakan parah yang ditimbulkan, serta menyerukan aksi kolektif lintas sektor dan partisipasi masyarakat.
“Mari kita bersama-sama menjaga kawasan lindung, memperkuat sistem mitigasi, serta meningkatkan kesadaran terhadap risiko bencana, khususnya mengingat keterbatasan daya dukung dan daya tampung wilayah Padang,” pungkas Menteri Hanif.
Dia juga menegaskan komitmen KLH/BPLH untuk penguatan tata kelola lingkungan yang berorientasi pada keselamatan publik.








