Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, meminta seluruh pengelola Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau rest area di jalan tol untuk mengelola sampah secara mandiri.
Hanif menegaskan sesuai arahan Menteri Pekerjaan Umum, pengelola kawasan rest area harus menjadi simpul budaya penanganan sampah.
Salah satunya seperti Rest area 88B ini yang dinilai telah merepresentasikan pengelolaan sampah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Dalam regulasi itu, mewajibkan kawasan mengelola sampahnya sendiri hingga selesai.
“Rest area ini jalur Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Pengelolaannya sudah cukup baik dan seharusnya menjadi contoh bagi rest area lain,” ujar Hanif, saat meninjau Rest Area 88B Tol Cipularang, Kamis (25/12/2025).
Sebelumnya, pihaknya juga telah meninjau rest area 57. Berdasarkan kesepakatan dengan Kementerian Pekerjaan Umum, pemerintah akhirnya memberikan sanksi paksaan kepada pengelola rest area tersebut karena belum menyediakan fasilitas pengelolaan sampah mandiri.
Pengelola rest area diberi waktu maksimal enam bulan untuk melengkapi fasilitas minimal, seperti sarana pemilahan dan pengolahan sampah.
“Jika hingga batas waktu tersebut kewajiban tidak dipenuhi, sanksi akan diperberat sesuai Pasal 114 dengan ancaman pidana penjara satu tahun,” tegasnya.
Hanif menekankan, kondisi darurat sampah di Indonesia menuntut keterlibatan seluruh simpul pelayanan publik, termasuk yang bersifat komersial.
Soroti Tingginya Biaya Pengelolaan Sampah
Pemerintah, kata Hanif, akan menempuh dua jalur, yakni pemberian penghargaan atau insentif bagi pengelola yang patuh, serta paksaan pemerintah bagi yang melanggar.
“Dengan begitu, masyarakat yang singgah di rest area perlahan akan terbentuk karakternya untuk memahami pentingnya penanganan sampah,” katanya.
Dia juga menyoroti tingginya biaya pengelolaan sampah. Untuk satu ton sampah, biaya penanganan minimal mencapai Rp150 ribu, bahkan di kota besar bisa menembus Rp600 ribu per ton untuk teknologi waste-to-energy.
“Karena itu, upaya reduce, reuse, dan recycle dinilai jauh lebih bijaksana dibandingkan membuang sampah langsung ke TPA,” ucapnya.
Hanif mengapresiasi fasilitas pengelolaan sampah di rest area 88B yang dinilai cukup lengkap. Selain penyediaan fasilitas, ia menekankan pentingnya edukasi kepada pengunjung agar berjalan beriringan.
“Fasilitas harus lengkap terlebih dahulu, lalu edukasi wajib dilakukan secara bersamaan. Itu simbol bahwa penanganan sampah sudah dilakukan dengan baik,” katanya.
Dekati Target Zero Residue
Ia berharap rest area 88B dapat menjadi benchmarking pengelolaan sampah nasional. Saat ini, sekitar 40 persen sampah dari rest area tersebut masih dibuang ke TPA.
Ke depan, jumlah tersebut ditargetkan turun hingga 10–20 persen, bahkan diharapkan dapat mendekati zero residue.
“Kalau ini berhasil, beban pemerintah daerah dalam menangani sampah juga akan jauh berkurang,” pungkasnya.










