Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Mengenang Alvaro Kiano dari Gang Sempit di Pesanggrahan

Duka menyelimuti Gang Al-Muflihun 1, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sejak kepergian Alvaro Kiano Nugroho. Bocah berusia 6 tahun ini hilang diculik delapan bulan lalu. Alvaro ditemukan tak bernyawa, tinggal kerangka. Dia menjadi korban kekerasan ayah tirinya, Alex Iskandar.

Gapura kecil dengan sisa-sisa ornamen bulan kemerdekaan masih berdiri di mulut gang. Tepat di sisi gapura, sebuah bendera kuning duka digantung. Setengah layu diterpa angin, di bagian tengahnya tertera nama “Alvaro bin Agus”.

Nama yang menjadi pertanda. Kehilangan itu bukan hanya milik satu keluarga, tetapi milik seluruh penghuni gang. Sebuah duka yang bergelayut di atas gang kecil  itu. Kisah tragis Alvaro menyelinap pelan dalam ingatan orang-orang di sekitarnya.

Kisah tragisnya membawa duka yang menutup gang kecil itu dengan kesunyian. Termasuk di mata seorang ibu tetangga Alvaro, yang tak ingin disebutkan namanya.

Sejak awal, dia selalu menenangkan keluarga Alvaro. Dia berpesan pada kakek dan nenek Alvaro. Agar mendoakan bacaan Al-Fatihah 41 kali. “Sebut namanya, pasti pulang,” katanya saat berbincang dengan Liputan6, Senin (24/11/2025).

Di gang inilah, warga tumbuh bersama kenangan tentang bocah yang dikenal rajin beribadah, ceria, dan gemar jajan. Suasana di gang ini berubah drastis. Anak-anak yang dulu bermain dan berlarian bersama Alvaro, kini tak sama lagi.

Kesedihan yang muncul bukan hanya kehilangan seorang anak, melainkan kehilangan sebuah warna yang selama ini melapisi kehidupan mereka sehari-hari.  

Bagi banyak warga, Alvaro bukan sekadar bocah biasa yang tinggal di ujung gang. Dia adalah bagian dari denyut kehidupan dan rutinitas kecil yang tanpa disadari telah mengikat rasa sayang mereka.

“Sudah seperti cucu sendiri,” ujar ibu tersebut dengan suara pelan menahan getir.

Ibu itu masih ingat jelas kebiasaan kecil Alvaro. Sering pula Alvaro bermain atau sekadar mampir untuk meminta jajan, terutama saat kakeknya sedang tidak membawa uang.

Tawa kecilnya, sifatnya yang rajin salat, kegemaran jajan, rengekan manja meminta uang, meninggalkan lubang besar yang tak dapat diisi lagi.

“Rajin salat, waktu puasa kemarin, emang pada rajin sih anak-anak kecil di sini salat nya di masjid.” sambungnya.

Alvaro dan Keluarga Tak Utuh

Kematian Alvaro di tangan ayah Tirinya, Alex Iskandar, seolah membuka tabir kelam kehidupan sebuah keluarga. Alvaro meninggal karena sang ayah tiri menyimpan dendam pada ibunya.

Selama ini, Alvaro tumbuh dalam dekapan kakek dan neneknya. “Kakeknya pensiunan pemadam kebakaran, ibunya kerja di luar negeri,” tuturnya.

Dia tidak mengetahui persis keberadaan ibunda Alvaro. Ada yang menyebut, ibunya berada di Kamboja. Sedangkan ayah kandung Alvaro, kini sedang menjalani hukuman di penjara.

“Bapak kandungnya masih di penjara katanya, kasus lain saya enggak tahu,” ungkapnya.

Perjalanan rumah tangga ibu Alvaro cukup pelik. Dia beberapa kali menikah dan bercerai.

“Suami pertamanya orang Bali, kalau suami keduanya (bapak kandung Alvaro) orang daerah sini. Yang ketiga (Alex) ya ini yang bunuh,” katanya.

Ayah Tiri Alvaro di Mata Warga

Informasi menyebar ke rumah warga tentang Alex. Ayah tiri yang ternyata pelaku penculikan dan membunuh Alvaro. Dari cerita yang didengar ibu itu, Alex sempat berpura-pura ikut sibuk mencari Alvaro saat hilang pada Maret 2025.

Dia berpura-pura mencari dan mengaku tidak tahu keberadaan anak tirinya tersebut. Warga sama sekali tidak menaruh rasa curiga.

“Iya nyari-nyari, nyari ke kali, ke ini, ke itu, nyatanya sama bapak tirinya (dibunuh).” sambungnya.

Warga syok mengetahui sosok yang ikut menyisir gang bersama mereka ternyata orang yang menghabisi nyawa Alvaro.

“Dilihatnya sih baik di masyarakat sini sebenarnya, ramah. Makanya pada kaget, kok bisa ya gitu,” katanya heran.

Doa untuk Alvaro

Hubungan emosional itu sudah lama melampaui batas rumah dan silsilah keluarga. Wajar jika meninggalnya Alvaro menjadi duka bagi banyak orang di gang itu. Apalagi, Alvaro yang selama ini jauh dari pelukan hangat ayah dan ibunya.

“Karena mamanya kerjanya jauh, semuanya sudah pada anggap cucunya sendiri,” ucapnya. 

Angin sore terus melewati Gang Al-Muflihun, menelusuri dinding-dinding rumah yang mungkin masih menyimpan kenangan akan Alvaro. Waktu terus berjalan, namun bagi warga, kehilangan itu menetap seperti bayangan yang enggan pergi.

Di sebuah gang kecil di Jakarta Selatan, keceriaan anak-anak sempat berhenti sejenak. Ketika seorang bocah kembali pulang ke rumah dalam bentuk kenangan.

Namun di gang itu pula, kenangan tentang Alvaro akan terus hidup. Membekas. Melekat. Seperti aroma hujan yang tak pernah benar-benar hilang dari tanah.

“Selamat jalan cucu Alvaro, insyaallah masuk surga dengan Khusnul khatimah, itu saja.” ucapnya dengan isak yang tertahan.

Exit mobile version