Hingga awal Juni 2025, investor asing masih mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 3,87 triliun. Meski begitu, prospek pergerakan dana asing ke pasar modal Indonesia diperkirakan akan membaik pada paruh kedua tahun ini.
Arah pergerakan ini dipengaruhi oleh mulai terbentuknya sejumlah katalis kuat yang memberi sinyal positif bagi investor global.
Salah satu faktor eksternal yang menjadi pusat perhatian pelaku pasar adalah kemungkinan penurunan suku bunga oleh the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS). Jika realisasi pemangkasan suku bunga terjadi, dana global diprediksi mengalami rotasi dari aset berisiko rendah ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, yang menawarkan imbal hasil lebih menarik.
“Jika ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed pada semester II terealisasi, akan ada rotasi dana global ke pasar negara berkembang seperti Indonesia,” ujar Pengamat Pasar Modal dan Founder Stocknow.id.
Stimulus Domestik dan Stabilitas Politik Jadi Katalis
Dari sisi domestik, pasar juga diramaikan oleh sentimen positif menjelang peluncuran stimulus ekonomi oleh pemerintah pada 5 Juni 2025. Stimulus ini akan difokuskan pada penguatan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat menggerakkan sektor riil dan meningkatkan daya tarik pasar modal dalam negeri.
Selain itu, stabilitas politik setelah Pemilu serta pembentukan kabinet oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto turut menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Kepastian arah kebijakan ekonomi yang tetap pro-pasar dan mendukung pembangunan dinilai mampu menjaga keyakinan investor asing terhadap prospek jangka panjang Indonesia.
“Stabilitas politik dan terbentuknya kabinet baru menjadi sinyal bahwa arah kebijakan ekonomi akan tetap pro-pasar dan berpihak pada pembangunan,” jelas Hendra.
Sektor SDA dan Perbankan Jadi Magnet Dana Asing
Dalam kondisi makro yang mendukung, sejumlah sektor diprediksi menjadi incaran utama arus masuk dana asing. Sektor perbankan, dengan saham seperti BBRI, BMRI, dan BBCA, masih menjadi pilihan utama berkat kinerja fundamental yang solid dan pertumbuhan laba yang stabil.
Sementara itu, sektor berbasis sumber daya alam (SDA) seperti logam dan tambang mendapat perhatian lebih tinggi. Penguatan harga emas dan nikel global serta ketegangan geopolitik global menjadikan komoditas ini sebagai aset lindung nilai yang menarik. Emiten seperti BRMS, ANTM, MBMA, dan MDKA pun masuk dalam radar investor global.
“Penguatan harga emas dan nikel serta ketidakpastian global menjadikan saham SDA seperti BRMS dan MDKA sebagai incaran investor asing,” ulas Hendra.
Saham Pilihan dan Peluang Tren Bullish Berkelanjutan
Di tengah potensi banjir dana asing, beberapa saham direkomendasikan sebagai pilihan menarik dengan potensi upside yang signifikan. Saham BRPT (buy, target Rp 1.400) memiliki eksposur ke sektor energi dan petrokimia, sementara SCMA (buy, target Rp 190) dinilai akan diuntungkan dari potensi lonjakan belanja iklan di tahun politik.
Tak hanya itu, MBMA (buy, target Rp 530) sebagai bagian dari rantai pasok baterai kendaraan listrik, serta BRMS (buy, target Rp 430) yang menunjukkan pertumbuhan laba dan volume produksi emas secara konsisten, juga masuk dalam jajaran saham unggulan. Kumpulan katalis ini membuka peluang kuat bagi indeks untuk kembali ke tren naik yang berkelanjutan.
“Dengan berbagai katalis positif tersebut, semester II 2025 berpotensi menjadi titik balik pasar saham Indonesia menuju tren bullish yang lebih berkelanjutan,” ujar Hendra.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.