Mencari Cara Menekan Angka Perokok dan Peredaran Rokok Ilegal

Diposting pada

Wacana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kebijakan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama atau plain packaging kembali menuai kritik dari berbagai kalangan.

Kebijakan ini dinilai tidak efektif dalam menurunkan angka perokok aktif di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap industri, hukum, dan pengawasan produk.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, mempertanyakan efektivitas kebijakan plain packaging, merujuk pada pengalaman penerapan Peringatan Kesehatan Bergambar (GHW) yang dinilai tidak berdampak signifikan terhadap perilaku konsumen.

“Orang yang terkena efek merokok diasumsikan tenggorokannya bolong, ya ‘kan? Ya packaging itu kan sudah berjalan, sudah lama dan tidak ada masalah buat para perokok juga, tetap saja mereka beli itu barang. Jadi tidak ada dampaknya (walaupun kemasan diseragamkan),” ujarnya.

Menurutnya, penyeragaman warna kemasan hanya bersifat estetika dan tidak akan efektif dalam menekan angka perokok aktif.

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, menyampaikan kekhawatiran bahwa plain packaging justru akan mempermudah produksi rokok ilegal dan menyulitkan pengawasan.

“Kemasan yang sama hanya akan mempermudah produksi rokok ilegal dan sulit melakukan pengawasan karena warnanya sama. Standardisasi kemasan akan mempermudah produsen ilegal melakukan pengelabuan kemasan rokok,” ujarnya.

Khawatir Tak Efektif

Merri juga menegaskan, Kemenkes tidak memiliki kewenangan untuk mengatur standar kemasan rokok, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 435.

“Kementerian Kesehatan tidak mempunyai tugas dan/atau kewenangan untuk mengatur standarisasi kemasan dan produk,” tegasnya.

Kemenperin juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Merri merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang melindungi elemen merek seperti gambar, logo, warna, dan bentuk.

Lebih jauh, ia memperingatkan bahwa kebijakan plain packaging dapat menimbulkan hambatan perdagangan internasional dan berisiko memicu gugatan dari negara lain.

Ia menekankan bahwa tidak ada yurisprudensi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang mewajibkan negara untuk menerapkan standar kemasan seragam, baik secara keseluruhan kemasan maupun satu komponen tertentu.

“Memaksakan kebijakan tersebut justru berisiko menciptakan hambatan perdagangan (trade barrier) dan dapat memicu gugatan dari negara lain,” jelas Merri.

Pelaku industri juga menyampaikan kekhawatiran bahwa kebijakan ini tidak akan efektif dalam menekan jumlah perokok pemula, yang menjadi tujuan utama dari wacana plain packaging. Sebaliknya, kebijakan ini justru dinilai akan memperburuk masalah rokok ilegal di dalam negeri.

“Kemasan yang sama hanya akan mempermudah produksi rokok ilegal dan sulit melakukan pengawasan karena warnanya sama,” kata Merri menekankan.