Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengakui bahwa praktik outsourcing atau tenaga kerja alih daya di Indonesia masih menyimpan banyak permasalahan serius. Dalam keterangannya usai rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senin (5/5), Yassierli menyoroti penyalahgunaan sistem ini oleh sejumlah perusahaan.
Salah satu masalah utama adalah kontrak kerja yang terus diperpanjang bertahun-tahun tanpa kejelasan karier bagi pekerja. “Ada orang yang usianya 40 tahun, 50 tahun, masih saja di-outsource tanpa ada karier,” ujarnya.
Yassierli juga mengungkap adanya praktik manipulasi pengupahan. Beberapa perusahaan menggaji pekerja outsourcing dengan nominal yang tertera sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP), namun realitasnya upah yang diterima jauh lebih rendah.
Pemerintah, kata Yassierli, akan menggandeng Dewan Kesejahteraan Nasional untuk mengkaji kemungkinan penghapusan sistem outsourcing secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa proses ini masih dalam tahap pembahasan.
“Semangat kita sekali lagi adalah negara hadir untuk memberikan kepastian kepada pekerja,” tegasnya.
Pernyataan ini sejalan dengan janji Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya menyuarakan rencana penghapusan outsourcing saat peringatan Hari Buruh di Monas, Jakarta, Kamis (1/5).
Namun, rencana tersebut menuai pertanyaan dari kalangan pengusaha. Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam meminta kejelasan mengenai aspek yang ingin dihapus. “Kalau ada problem dalam penerapan, ya tinggal diperbaiki implementasinya. Tapi kalau sistemnya yang salah, ya harus dievaluasi,” ujar Bob.
Diskursus mengenai nasib sistem outsourcing di Indonesia pun masih terus berkembang dan menjadi sorotan publik serta dunia usaha.