Ayah kandung dari mahasiswa IPB Anggit Bima Wicaksana, Ngatno Prawiro mengaku sempat melarang anaknya untuk berangkat mengikuti misi Ekspedisi Patriot di Bomberey-Tomage, Fakfak, Papua.
Ngatno bercerita anaknya yang meninggal dunia karena kecelakaan di kawasan transmigrasi Bomberey ternyata membawa misi mulia untuk Papua.
“Sebelum berangkat saya berdiskusi, 5 jam lamanya. Saya sempat melarang, tapi anaknya terus meyakinkan. Katanya, saya mau mengamalkan ilmu saya untuk teman-teman di Papua,”ujar Ngatno Prawiro sembari terisak, mengenang anak bontotnya, Rabu (22/10/2025).
Kepada dirinya, almarhum Anggit sempat berucap bahwa dirinya tak tergiur gaji besar supaya batal berangkat dalam misi Ekspedisi Patriot. Sebab, dia mengaku bila lewat program tersebut adalah sasaran yang tepat apa yang dia cari selama ini.
“Walaupun bapak tawarkan gaji dua kali lipat asal diam di rumah, saya tetap mau ke sana,” tegas Ngatno menirukan anaknya.
Kini, dia hanya berharap bila apa yang sudah dilakukan almarhum selama dua bulan terakhir di pedalaman Papua tersebut bisa bermanfaat dan memberikan hasil bagi negara. Dia juga memohon maaf, bila anaknya melakukan kesalahan semasa hidup, baik di IPB ataupun selama menjalankan misi.
Menteri Transmigrasi Bicara Sosok Anggit
Menteri Transmigrasi Muhammad Ifititah Sulaiman mengaku, semasa menjalankan tugasnya sebagai tim Ekspedisi Patriot di 2 bulan terakhir di Fakafak, banyak yang terkesan pada almarhum Anggit. Sebab selama bertugas, almarhum tinggal di rumah pribadi milik Kadis Transmigrasi setempat.
“Almarhum ini sangat giat mengamalkan ilmunya, jadi banyak yang merasa kehilangan,”katanya.
Saat itu, Anggit hendak ke tempat penelitian, namun karena hujan, motor yang dipakai korban tergelincir dan terjatuh, hingga akhirnya tertabrak truk yang melintas di arah berlawanan.