Pagi itu di Desa Mekar Sari, suara mesin pompa minyak terdengar lembut di sela pepohonan karet. Udara lembap bercampur aroma khas minyak mentah, sementara beberapa warga tampak sibuk bekerja di sekitar sumur kecil yang menjadi tumpuan hidup mereka. Namun kali ini, langkah mereka terasa lebih ringan.
“Sekarang kami bisa kerja tanpa rasa takut,” kata Joko Mulyo, penambang minyak rakyat yang telah bertahun-tahun bergantung pada sumur di desanya, Jumat (17/10/2025).
Legalisasi Penambangan Rakyat Lewat Aturan Baru
Dulu, setiap kali menyalakan pompa, Joko selalu dihantui rasa khawatir. Aktivitas penambangan rakyat sering dianggap ilegal, padahal menjadi sumber utama penghidupan bagi banyak keluarga. Kini, kekhawatiran itu perlahan sirna setelah pemerintah memberikan kepastian hukum melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025, yang menjadi dasar legal bagi para penambang untuk beroperasi di bawah pengawasan negara.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut, kebijakan ini merupakan implementasi arahan Presiden Prabowo Subianto agar energi rakyat tumbuh secara tertib, aman, dan berkelanjutan. “Pemerintah ingin memastikan masyarakat bisa bekerja secara legal, aman, dan tetap menjaga lingkungan,” ujar Bahlil.
Kementerian ESDM mencatat terdapat 45.095 sumur minyak rakyat tersebar di enam provinsi: Aceh, Sumatra Utara, Jambi, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebagian besar dikelola oleh warga secara tradisional dengan peralatan sederhana.
Kebijakan baru ini menjadi angin segar bagi ribuan keluarga yang selama ini hidup dari minyak bumi skala kecil. Bahlil menegaskan, pemerintah memprioritaskan agar manfaat ekonomi dari kegiatan ini bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
“UMKM-nya, koperasinya, dan BUMD-nya direkomendasikan kepala daerah agar masyarakat setempat benar-benar menjadi pelaku utama,” kata Bahlil.
Bagi warga seperti Anita Bakti, kebijakan itu membawa rasa aman baru. Ibu dua anak ini sudah lama ikut membantu suaminya di lokasi penambangan. Setiap pagi ia menyiapkan makanan untuk para pekerja dan mencatat hasil minyak yang keluar dari sumur.
“Kami berterima kasih kepada Pak Menteri. Sekarang kalau kerja rasanya terlindungi,” ucap Anita sambil tersenyum lega.
Inventarisasi Nasional dan Masa Transisi
Bahlil menjelaskan, pemerintah tidak hanya ingin menertibkan, tetapi juga meningkatkan kualitas dan keamanan kegiatan penambangan. Karena itu, selama masa transisi empat tahun, penambang rakyat akan didampingi oleh Pertamina dan Medco Energi untuk menerapkan praktik teknik yang baik (good engineering practices).
Proses inventarisasi nasional atas seluruh sumur rakyat telah rampung pada 9 Oktober 2025. Dari hasil tersebut, pemerintah menetapkan sumur-sumur yang masih aktif dan layak produksi.
Direktur Jenderal Migas Laode Sulaeman mengatakan bahwa aturan ini dibuat dengan batas yang jelas. “Hanya sumur yang sudah terdata yang boleh berproduksi, sambil dilakukan pembenahan tata kelola secara bertahap selama masa penanganan empat tahun,” ujarnya.
Langkah pemerintah ini juga mendapat dukungan penuh dari daerah. Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru menilai penataan sumur rakyat menunjukkan kehadiran negara yang sesungguhnya di tengah rakyat kecil. “Sekarang semua ada kejelasan, dan masyarakat bisa bekerja dengan tenang,” katanya.
Pemerintah juga memperhatikan 1.400 sumur tua yang dibor sebelum tahun 1970 dan masih memproduksi sekitar 1.600 barel minyak per hari. Sumur-sumur itu akan dikelola secara profesional untuk mendukung target produksi nasional 1 juta barel per hari pada 2029.
Hingga September 2025, laporan SKK Migas menunjukkan rata-rata produksi minyak nasional mencapai 619 ribu barel per hari, mendekati target APBN 2025.
Bahlil menambahkan, pemerintah juga menyiapkan lelang wilayah kerja baru dan mempercepat penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) serta Chemical EOR (CEOR) untuk meningkatkan efisiensi produksi. “Kita memberikan satu formulasi sweetener yang ekonomis. Jadi target negara bisa meningkatkan lifting, tetapi para kontraktor juga tidak rugi,” ujarnya.
Menjelang sore, sinar matahari menembus dedaunan karet di Mekar Sari. Beberapa anak kecil bermain di tepi jalan, sementara para penambang masih bekerja di sekitar sumur. Suara mesin pompa terdengar ritmis, seperti napas kehidupan desa.
“Dulu kami sering takut-takut kalau ada razia, sekarang tidak lagi. Kami kerja untuk hidup, bukan untuk melawan aturan. Sekarang kami merasa punya tempat,” kata Joko Mulyo, sambil mengelap keringat di wajahnya.