Kuasa Hukum Tolak Tunjukkan Ijazah Jokowi dalam Sidang Mediasi di PN Surakarta

Diposting pada

Surakarta, 30 April 2025 — Kuasa hukum Presiden ke-7 RI Joko Widodo, YB Irpan, secara tegas menolak permintaan untuk menunjukkan ijazah kliennya dalam sidang mediasi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Rabu (30/4). Sidang tersebut merupakan bagian dari proses hukum atas gugatan yang diajukan oleh Muhammad Taufiq dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt.

Gugatan ini tidak hanya ditujukan kepada Jokowi, tetapi juga melibatkan KPU Surakarta, SMA Negeri 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan tuntutan agar para tergugat membuka ke publik ijazah pendidikan Presiden Jokowi.

Namun, kuasa hukum Jokowi menolak keras permintaan tersebut. “Kami tim kuasa hukum Bapak Joko Widodo secara tegas menolak untuk memenuhi tuntutan tersebut,” ujar YB Irpan usai sidang. Ia menilai penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang sah untuk mengajukan tuntutan tersebut.

Lebih lanjut, Irpan menegaskan bahwa Jokowi sebagai warga negara tetap berhak atas perlindungan atas privasi, kehormatan, dan martabat pribadinya sebagaimana dijamin oleh hukum. “Beliau berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi,” tambahnya.

Di sisi lain, Muhammad Taufiq menilai keengganan para tergugat untuk membuka ijazah Jokowi sebagai hal yang tidak beralasan. Ia berargumen bahwa sebagai mantan pejabat publik, latar belakang pendidikan Jokowi merupakan informasi yang sah untuk diketahui publik. “Jadi apa yang disampaikan oleh para tergugat itu menurut saya tidak beralasan,” kata Taufiq saat ditemui di lingkungan PN Surakarta.

Sidang mediasi tersebut dipimpin oleh guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS), Adi Sulistiyono, dan dihadiri oleh kuasa hukum dan prinsipal penggugat. Dari pihak tergugat, Jokowi diwakili kuasa hukumnya, sementara pihak SMAN 6 Surakarta dan KPU Surakarta hadir langsung. UGM juga diwakili oleh kuasa hukum.

Penjabat Humas PN Surakarta, Bambang Aryanto, menjelaskan bahwa menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016, prinsipal seharusnya hadir dalam mediasi. Namun, ada pengecualian jika yang bersangkutan sedang menjalankan tugas negara atau berhalangan karena alasan sah lainnya.

Mediasi akan dilanjutkan pada Rabu, 7 Mei 2025, dengan agenda kaukus, yaitu pertemuan tertutup antara mediator dan masing-masing pihak secara terpisah untuk mengeksplorasi kemungkinan solusi damai.