Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tidak ada intervensi yang diterima lembaga antirasuah untuk menyetop penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman.
“KPK pastikan tidak ada intervensi dari pihak mana pun,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo seperti dilansir Antara, Senin (29/12).
Lebih lanjut Budi menjelaskan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) diterbitkan oleh KPK karena murni pertimbangan teknis, yaitu auditor tidak bisa menghitung kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman selaku Penjabat Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara periode 2011-2016 sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, tahun 2007-2014.
KPK menduga Aswad Sulaiman mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Selain itu, KPK menduga Aswad Sulaiman selama 2007-2009 menerima dugaan suap hingga Rp 13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan.
Pada 18 November 2021, KPK sempat memeriksa Andi Amran Sulaiman (sekarang Menteri Pertanian) selaku Direktur PT Tiran Indonesia sebagai saksi kasus tersebut. Amran diperiksa KPK mengenai kepemilikan tambang nikel di Konawe Utara.
Pada 14 September 2023, KPK berencana menahan Aswad Sulaiman. Namun, hal tersebut batal dilakukan karena yang bersangkutan dilarikan ke rumah sakit.
Kemudian pada 26 Desember 2025, KPK mengumumkan menghentikan penyidikan kasus tersebut karena tidak ditemukan kecukupan bukti.
ICW Pertanyakan Transparansi KPK soal SP3 Kasus Izin Tambang Nikel Konawe Utara
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penghentian perkara atau SP3 dugaan korupsi tambang nikel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan AS selaku mantan Bupati Konawe Utara.
Menurut ICW, SP3 yang dikeluarkan oleh KPK bukan hanya menambah daftar panjang perkara yang dihentikan, namun juga dapat dilihat sebagai hasil dari penghancuran KPK secara sistemik pada 2019 lalu.
“ICW sejak awal mengkritisi mekanisme KPK yang dapat mengeluarkan SP3 karena rawan dijadikan bancakan korupsi. Penghentian perkara dapat berpotensi bukan didasarkan atas pandangan objektif, melainkan dari penilaian subjektif yang sulit untuk ditagih akuntabilitasnya oleh publik,” ujar Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangannya, Senin (29/12/2025).
ICW mencatat, KPK menyampaikan bahwa SP3 dikeluarkan pada Desember 2024. Selain itu, berdasarkan penelusuran ICW, laporan tahunan KPK dan Dewan Pengawas KPK, nama AS tidak masuk di dalam laporan tersebut.
“ICW mempertanyakan mengapa KPK butuh waktu 1 tahun untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik? Mengapa informasi tersebut tidak segera disampaikan kepada publik?” ujarnya.
Ia mengingatkan, berdasarkan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 19/2019 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019, penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan ke Dewas paling lambat 14 hari terhitung sejak dikeluarkannya SP3.
“Jadi publik patut mempertanyakan, apa alasan KPK tidak berlaku transparan?” tegasnya.
Berikutnya, dalam perkara dugaan korupsi yang melibatkan AS, ICW mengatakan terdapat 2 pasal yang dikenakan yakni kerugian keuangan negara dan suap menyuap.
“Jika KPK mengeluarkan SP3, maka untuk perkara terkait yang mana? Kerugian negara atau suap menyuap?,” ucapnya.
ICW pun mendorong KPK untuk menerangkan secara jelas mengenai SP3. Jika perkara suap menyuap yang dihentikan, KPK wajib memberikan penjelasan tentang perkembangan pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2022.
“Pada saat itu, KPK mendalami pertemuan antara AS dengan sejumlah pihak swasta. Pertemuan tersebut diduga untuk memuluskan perizinan proyek di Kabupaten Konawe Utara dengan Pihak swasta yang diperiksa pada saat itu antara lain: Direktur PT Sinar Jaya Ultra Utama, Herry Asiku; Direktur PT Cinta Jaya, Yunan Yunus Kadir; Direktur Utama PT KMS 27, Tri Wicaksono alias Soni; serta Direktur PT Mahesa Optima Mineral, Romi Rere,” pungkasnya.










