Rayhansah Pinago Sipahutar tak lagi pulang ke rumah. Ke hangatnya pelukan sang ibunda, Mimi Adriani. Rayhan menjadi satu dari 22 orang korban kebakaran Terra Drone di Kemayoran, Jakarta Pisat, Selasa (9/12/2025).
Mimi Adriani masih ingat saat-saat terakhir bersama Rayhan. Pagi itu, Rayhan pamit pada ibunya. Awalnya dia meminta izin untuk mengendarai mobil sendiri. Namun sang ibu menyarankan Rayhan menggunakan transportasi umum.
“Rayhan bawa mobil saja boleh enggak? Kamu naik kereta aja ya,” tutur Mimi menirukan pembicaraan pagi itu dengan Rayhan.
Mimi pun mengantar Rayhan menggunakan mobil menuju stasiun. Tak lupa, dia membawakan sebekal nasi telur yang dimasak penuh cinta kasih. Setiap pagi, Mimi selalu menyediakan seporsi nasi favorit putra sulungnya itu. Bekal sang Ibu adalah menu favorit Rayhan.
“Nantulang semenjak pensiun ini kan suka membekali dia setiap pagi. Dia bawa makan dari rumah. Nantulang kasih telur, kasih ini. Abang tuh kurang suka jajan di luar. Abang bawa nasi saja ya dari rumah,” ujar Mimi.
Kasih sayang keduanya sangat terasa. Rayhan selalu menunjukkan kasih sayangnya untuk Ibunda. Usai diantar oleh ibunya ke stasiun, Rayhan mencium tangan Mimi seraya mengucapkan kalimat sampai jumpa yang menjadi obrolan terakhir keduanya pagi itu.
Dari kejauhan, Rayhan mengingatkan Mimi untuk berhati-hati di jalan. Mimi tak pernah menyangka, kalimat perpisahan yang keluar dari mulut anaknya pagi itu adalah perpisahan untuk selamanya. Sejak itu, Rayhan tak pernah pulang lagi ke rumah.
“Cuma dia pamitnya kayak gini. Dia kan selalu cium tangan, bye Mama, Mama hati-hati ya nyetirnya. Iya nak, hati-hati ya pulangnya,” cerita Mimi dengan air mata mengalir di pipi.
Banyak Mimpi Belum Kesampaian
Dering ponsel Mimi Adriani berbunyi, selang beberapa jam usai anaknya Rayhan berangkat ke kantornya. Kabar duka itu datang. Putranya menjadi korban kebakaran yang melahap habis Terra Drone di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa (9/12/2025).
“Selamat siang Bapak Ibu, dengan sangat berat hati kami dari HR menyampaikan bahwa Rayhansah Pinago Sipahutar meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi di kantor,” ucap Mimi Adriani menirukan pesan duka yang didengarnya, kemarin.
Mimi tersentak. Dia masih tak percaya mendengar kabar itu. Dia menelepon balik pihak HR. Hanya satu harapannya, pesan yang sampai kepadanya itu salah.
“Rayhan ini korban? iya bu, Rayhansah salah satu korban. Saya bilang, Bapak yakin itu anak saya?,” jelas Mimi.
Usai mendapat jawaban dari tim kantor Rayhan, Mimi bergegas menuju RS Polri. Mimi duduk di antara kursi yang berderet di depan Posko Ante Mortem, tempat keluarga korban menunggu kabar.
Dalam kecemasan, Mimi menunggu suara petugas memanggilnya. Di atas kursi merah, dia dipenuhi harap dan bingung. Kapan bisa memeluk tubuh putranya lagi untuk yang terakhir kali.
Di depan Posko Ante Mortem, dia sibuk berbincang dengan keluarganya melalui telepon genggam. Mimi dengan tegas menolak tenda dan bendera kuning dipasang.
“Jangan dipasang dulu,” kata Mimi pada salah satu anggota keluarga yang sedang diteleponnya.
Mimi berbagi kisah sedihnya malam itu. Dia masih tak percaya Rayhan pergi dengan waktu secepat ini. Rayhan teramat berarti untuk Mimi. Kepergian putranya jelas membekas dalam lubuk hatinya. Rayhan adalah putra sulung dari 13 bersaudara. Begitu banyak kenangan yang tertinggal bersama Rayhan. Dari Rayhan, Mimi diberi kesempatan untuk pertama kalinya belajar menjadi seorang Ibu.
Putranya itu baru saja memulai kariernya di Terra Drone. Mimi menuturkan, Rayhan baru bekerja kurang lebih satu tahun di perusahaan tersebut. Hatinya teriris, anaknya pergi di usia masih muda.
“Baru usianya 24 tahun. Masih banyak mimpi-mimpi dia yang belum kesampaian,” katanya.
Mimi mencoba ikhlas. Tapi hatinya masih menjerit. Putranya pergi dalam kondisi yang menyedihkan.
“Kalau Tuhan berkehendak, kita mau bilang apa ya. Kita hanya bisa ikhlas. Tapi kan sebagai Ibu, saya kan gimana sih anak saya yang paling gede baru kerja. Baru kerja satu tahun, lebih kurang di situ.”
Ibunda Rayhan Sayangkan Penanganan Kebakaran yang Lamban
Di balik kesedihannya malam itu, Mimi menyimpan kekecewaan. Menurut laporan dari HRD yang menyampaikan kabar duka ke Mimi, kebakaran bersumber dari lantai satu, sementara Rayhan berada di lantai lima. Hal ini membuat Mimi mempertanyakan penanganan kebakaran oleh pihak kantor yang dinilainya cukup lamban.
Dengan wajah sedih dan air mata yang masih mengalir, ia membayangkan betapa sesaknya Rayhan berebut napas dengan asap yang membumbung tinggi di udara.
“Nantulang enggak habis pikir. Gimana Rayhan meregang nyawanya. Kena asap di lantai lima,” lirihnnya.
Mimi menyayangkan pihak kantor yang tidak segera mengambil langkah cepat untuk menangani kebakaran. Menurutnya, jika pemadaman api di lantai satu dilakukan dengan cepat, putranya masih bisa diselamatkan.
Ibu Rayhan menilai, semestinya pihak kantor memfasilitasi simulasi peristiwa kebakaran untuk mengantisipasi terjadinya hal seperti ini.
“Di kantor tuh enggak ada penanganan kayak kebakaran, ada simulasi kebakaran, ada titik kumpul di mana gitu. Kebetulan saya lagi, lagi makan siang bu. Terus Nantulang langsung menuju ke sini,” tutupnya.

