Jakarta – Komisi IV DPR menilai peningkatan produksi beras nasional dan reformasi sistem pupuk bersubsidi sebagai langkah penting dalam memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto), menyebut produksi beras nasional diproyeksikan mencapai 34,77 juta ton pada 2025, menurut data BPS.
Titiek menilai sejumlah indikator menunjukkan perbaikan signifikan, mulai dari peningkatan produksi hingga stabilitas pasokan. Ia mengapresiasi kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, termasuk keputusan menghentikan impor beras pada 2025 setelah RI mengimpor lebih dari 7,5 juta ton pada 2023–2024.
Wakil Ketua Komisi IV, Abdul Kharis Almasyhari, menambahkan bahwa reformasi tata kelola pupuk, penetapan HPP gabah Rp6.500/kg, penguatan stok Bulog, dan naiknya produktivitas menjadi faktor peningkatan kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) pangan tercatat naik ke 124,36.
Harga Beras Mulai Turun
Sementara itu, Menteri Pertanian sekaligus Kepala Bapanas, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa harga beras mengalami deflasi selama dua bulan terakhir. Meskipun harga sudah turun di banyak wilayah, terdapat 51 daerah yang belum merasakan penurunan.
Untuk itu, pemerintah membentuk tim khusus bersama Bulog dan aparat penegak hukum untuk mengawal distribusi beras serta menstabilkan harga hingga tingkat kabupaten. Operasi pasar dan distribusi beras SPHP juga diperluas, termasuk ke daerah pegunungan.
Menurut BPS, 23 provinsi mencatat deflasi beras, tiga provinsi stabil, dan 12 provinsi mengalami inflasi. Penurunan harga terjadi di semua segmen: di penggilingan turun rata-rata 0,54%, di grosir turun 0,18%, dan di tingkat eceran turun 0,27%.
Pada 2024, harga beras masih tertekan di kisaran Rp14.643/kg di tingkat eceran. Namun memasuki Oktober 2025, tren berubah dengan penurunan harga serempak di seluruh level pasar.