Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Komentar: Mengapa AI bisa menjadi alat bantu terorisme

SINGAPURA: Terorisme masih menjadi ancaman yang terus-menerus membayangi Singapura. Laporan Penilaian Ancaman Terorisme Singapura terbaru yang dirilis pada 29 Juli lalu menyebutkan bahwa ancaman ini berakar pada “lanskap global yang tidak stabil”, yang dipengaruhi oleh dinamika global seperti konflik di Gaza serta semakin beragamnya ideologi ekstremis—beberapa di antaranya bahkan telah muncul di dalam negeri.

Kondisi ini sejatinya tidaklah mengejutkan, begitu pula dengan meningkatnya peran teknologi dan platform digital sebagai sarana yang dimanfaatkan dalam aksi teror. Namun, yang menjadi sorotan dalam laporan tahun ini adalah munculnya inovasi di bidang kecerdasan buatan (AI), yang semakin menambah kompleksitas ancaman terorisme baik di tingkat lokal maupun global.

Sebenarnya, hal ini bukanlah sesuatu yang tak terduga, mengingat pesatnya perkembangan dan adopsi teknologi AI. Namun, dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan—mulai dari dunia kerja dan pendidikan hingga cara kita membangun hubungan antarmanusia—baru mulai terlihat. Karena itu, kemunculan peran AI dalam konteks terorisme menjadi sebuah perkembangan yang sangat mengkhawatirkan.

Departemen Keamanan Dalam Negeri Singapura (ISD) menyampaikan bahwa sejauh ini teknologi seperti AI dan pencetakan 3D belum terbukti digunakan dalam rencana serangan teror di Singapura, namun penggunaan kecerdasan buatan telah muncul dalam sejumlah kasus radikalisasi di kalangan remaja lokal.

Salah satu contohnya adalah seorang remaja Singapura pendukung ISIS berusia 17 tahun yang ditahan pada September 2024. Ia menggunakan chatbot AI untuk menyusun baiat atau janji setia kepada ISIS, serta menyampaikan deklarasi jihad bersenjata terhadap non-Muslim, dengan tujuan menginspirasi Muslim lain di Singapura agar melakukan aksi kekerasan.

Dalam kasus terpisah, seorang remaja Singapura berusia 17 tahun lainnya dengan keyakinan ekstrem kanan yang ditahan pada Maret tahun ini, menggunakan chatbot AI untuk mencari cara membuat amunisi, serta ingin mencetak senjata api sendiri menggunakan printer 3D sebagai bagian dari rencana serangan di dalam negeri.

ISD memperingatkan bahwa dengan semakin canggihnya teknologi dan kemudahan akses terhadapnya, sangat mungkin teknologi-teknologi ini akan semakin dimanfaatkan dalam aktivitas maupun rencana terorisme di masa mendatang.

TAKTIK DAN TEKNIK YANG TERUS BERKEMBANG
Ada berbagai cara teknologi baru yang terus berkembang seperti AI dapat dimanfaatkan oleh organisasi teroris untuk mencapai tujuan mereka.

Pertama, untuk mempercepat proses radikalisasi dan perekrutan. AI telah digunakan untuk menghasilkan disinformasi dalam skala dan kecepatan yang jauh melampaui kemampuan cara manual.

Banyak kelompok ekstremis kerap menyalahgunakan, menafsirkan secara keliru, atau memanipulasi ramalan keagamaan maupun narasi sosial untuk mendukung ideologi mereka dan menarik simpatisan. Dalam konteks ini, AI dapat membuat upaya-upaya tersebut—yang serupa dengan operasi disinformasi—menjadi jauh lebih efektif dan efisien.

Chatbot berbasis AI memanfaatkan kebutuhan manusia akan hubungan sosial, namun terbukti mudah dimanipulasi. Individu yang kesepian mungkin menemukan seseorang yang tampak empatik dan perlahan terdorong ke arah ideologi ekstremis.

Risiko lain adalah bagaimana AI dapat dimanfaatkan oleh organisasi teroris dengan cara yang semakin inovatif untuk menciptakan kekacauan dan kebingungan.

Exit mobile version