Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut bahwa tanggul beton yang viral di Cilincing, Jakarta Utara, merupakan bagian dari proyek reklamasi yang dikelola PT Karya Cipta Nusantara (KCN). Hasil verifikasi lapangan menunjukkan proyek tersebut memiliki izin lengkap.
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut KKP, Fajar, mengatakan, tanggul itu merupakan bagian dari pengembangan Terminal Umum PT KCN.
“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan verifikasi lapangan terkait keluhan nelayan Cilincing atas proyek reklamasi di area PT Karya Cipta Nusantara. Hasilnya, proyek tersebut memiliki izin lengkap dan di lapangan pemrakarsa tidak menutup akses bagi nelayan,” kata Fajar dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (11/9/2025).
KKP Janji Lakukan Pengawasan
Menurut Fajar, KKP akan terus melakukan pengawasan agar kegiatan yang dijalankan sesuai dengan izin yang diberikan. Pengawasan juga dilakukan untuk memastikan tidak ada kerugian yang dialami masyarakat pesisir.
“Bagi KKP, kepentingan nelayan dan kelestarian laut adalah prioritas utama,” ucapnya.
Ia menambahkan, pembangunan Terminal Umum oleh PT KCN ditujukan untuk memperkuat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi maritim Indonesia. Infrastruktur logistik yang modern dan efisien, kata Fajar, diharapkan dapat mendorong aktivitas pelabuhan serta memperlancar distribusi.
“Namun, semua itu harus berjalan selaras dengan aturan dan dilaksanakan penuh tanggung jawab,” katanya.
Tanggul Beton Sepanjang 2-3 Kilometer
Sebelumnya, viral ada tanggul beton sepanjang 2–3 kilometer (km) di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara. Keberadaan tanggul itu dianggap mengganggu aktivitas nelayan dalam mencari ikan.
Keberadaan tanggul beton itu diunggah laman Instagram @cilincinginfo. Dalam video tersebut terlihat seorang nelayan mengeluhkan berdirinya tanggul beton itu karena dianggap mengganggu perlintasan nelayan. Mereka terpaksa harus memutar lebih jauh.
“Tanggul beton nih di Pesisir Cilincing, menyulitkan nelayan pesisir untuk melintas. Ini kurang lebih ada 2–3 kilometer panjangnya. Awalnya perlintasan nelayan sehingga kesulitan mencari ikan karena harus memutar jauh dengan adanya tanggul beton ini,” kata seorang nelayan dalam video tersebut, dikutip Rabu (10/9/2025).
Merespons viralnya tanggul beton yang ada di pesisir Cilincing, Jakarta Utara itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menyatakan bahwa tanggul tersebut bukan lah proyek strategis nasional (PSN) National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) berupa tanggul laut maupun tanggul pantai.
“Tanggul tersebut bukan bagian dari proyek atau pekerjaan Tanggul NCICD,” kata Kepala Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas SDA DKI Jakarta, Ciko Tricanescoro dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Alfan Widyastanto. Menurutnya, Dinas SDA DKI Jakarta tidak pernah mengeluarkan izin dan tidak memiliki kewenangan terkait pembangunan tanggul tersebut.
“Kemudian mengenai informasi lebih lanjut terkait tanggul itu mungkin bisa dicek sendiri ke lapangan,” kata Alfan.
Warga Menjerit
Ketua Forum Masyarakat Rusun Marunda Didi Suwandi mengungkapkan reaksi warga melihat tanggul beton yang diduga milik dua perusahaan batu bara membelah laut Cilincing, Jakarta Utara.
Menurut Didi, keberadaan tanggul beton tersebut menyulitkan aktivitas nelayan dalam menangkap ikan. Pasalnya, tanggul beton itu memisahkan perairan Marunda dan Cilincing. Kondisi itu membuat biaya operasional nelayan di kawasan itu meningkat. Sementara itu, potensi tangkapan ikan nelayan menurun akibat pencemaran laut.
“Kami menolak itu (tanggul beton) karena sangat menyusahkan nelayan karena pembelahan laut Marunda dan Cilincing menambah biaya operasional, belum lagi potensi ikan di radius itu sangat sulit karena air laut tercemar,” kata Didi dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).
Selain itu, Didi menilai keberadaan tanggul itu berpotensi memperluas dampak banjir rob atau banjir pesisir. Ia mencontohkan, air rob yang sebelumnya tidak pernah masuk ke Rusun Marunda, mulai terjadi setelah adanya aktivitas reklamasi di wilayah tersebut.
“Kalau ada rob terjadi, pasti radius dampaknya lebih luas. Kemarin pernah air rob masuk ke rusun yang dahulu tidak pernah masuk, setelah reklamasi jadi sampai,” katanya.