Liputan6.com, London – Agus Riazi (44) tidak pernah menyangka rencana kerja 3–5 tahun di Inggris akan berubah menjadi perjalanan hidup selama lebih dari satu dekade.
Diaspora Indonesia asal Ambarawa, Jawa Tengah, ini awalnya bekerja di bidang teknologi informasi (TI) di Jakarta, sebelum mendapat tawaran proyek dari perusahaan multinasional yang membawanya ke Inggris pada 2011.
“Awalnya cuma mau cari pengalaman, nanti balik lagi ke Indonesia. Eh, ternyata anak sudah betah sekolah di sini, dan kami pun merasa nyaman,” kata Agus kepada Liputan6.com.
Agus kini bekerja sebagai system architect di sebuah perusahaan teknologi global, bertanggung jawab mengelola tim teknis dan memastikan implementasi perangkat lunak berjalan dari awal hingga siap digunakan klien.
Ia juga pernah menempuh pendidikan S2 Master of Business Administration (MBA) secara paruh waktu di Universitas Nottingham selama lima tahun sembari bekerja.
Tinggal di Nottingham, kota yang identik dengan legenda Robin Hood, membuat Agus merasakan banyak perbedaan budaya dibandingkan Indonesia.
Salah satunya adalah penghargaan tinggi terhadap privasi dan waktu pribadi.
“Kalau sudah lewat jam kerja, nggak ada yang menghubungi kita, kecuali benar-benar darurat,” ujarnya.
Meski demikian, ada tantangan yang harus dihadapi. Cuaca dingin saat musim dingin, sifat masyarakat yang lebih individualis, dan sesekali insiden rasisme pernah ia alami.
Namun, Agus bersyukur bahwa di lingkungan kerja, semua rekan bersikap profesional dan adil.
Meski telah lama tinggal di luar negeri, Agus dan keluarganya tetap menjaga identitas Indonesia.
Ia kerap mengikuti acara 17 Agustus yang digelar komunitas diaspora dan kedutaan, memperkenalkan makanan khas Tanah Air, hingga membagikan rendang buatan istrinya kepada tetangga.
“Biasanya mereka bilang ‘brilliant’ atau ‘enak’. Nggak tahu beneran suka atau sopan saja, tapi yang penting mereka jadi tahu makanan kita,”ujarnya sambil tertawa.
Selain itu, Agus membiasakan anak-anaknya mengenal bahasa, pakaian, dan budaya Indonesia agar mereka tidak lupa akar.
Baginya, menjadi diaspora bukan berarti melepas jati diri, melainkan membawa bagian dari Indonesia ke manapun berada.
Kepada generasi muda yang ingin mencoba peruntungan di luar negeri, Agus berpesan agar tidak mudah terbuai iming-iming.
“Kalau ada peluang, jalani. Tapi riset sendiri, jangan hanya ikut-ikutan. Tidak semua luar negeri sama, bahkan dalam satu negara, industri dan peluang kerjanya bisa berbeda-beda,” katanya.
Meski belum memutuskan waktu pasti untuk pulang, Agus mengaku ingin kembali ke Indonesia suatu saat nanti.
“Saya nggak mau sampai tua di luar negeri,” tuturnya.
Untuk saat ini, ia masih menjalani pekerjaannya di bidang TI di Inggris sambil tetap memperkenalkan budaya Indonesia di lingkungan sekitarnya.