Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Kemenhut Usut Peran 12 Subjek Hukum di Tapanuli Terkait Indikasi Memperparah Banjir Sumatra

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah mengidentifikasi faktor penyebab kerusakan lingkungan di wilayah hulu DAS (Daerah Aliran Sungai), yang diduga memperparah dampak bencana banjir. Tim gabungan pun melakukan pendalaman dan meminta keterangan terhadap 12 subjek hukum di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara.

Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho menyampaikan, tim gabungan telah dibentuk untuk melakukan pengumpulan bahan dan keterangan, terkait dugaan aktivitas yang menyebabkan kerusakan lingkungan, serta menyelidik dugaan tindak pidana kehutanan. 

“Kami melihat pola yang jelas, di mana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, di situ potensi bencana di hilir meningkat drastis. Aktivitas di PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah) yang seharusnya legal, terindikasi disalahgunakan menjadi kedok untuk pembalakan liar yang merambah ke kawasan hutan negara di sekitarnya,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, Minggu (7/12/2025). 

“Ini adalah kejahatan luar biasa yang mengorbankan keselamatan rakyat,” sambungnya.

Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan kemampuan tanah dalam menyerap air, sehingga hujan ekstrem lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan yang kuat, hingga memicu banjir dan longsor.

Material kayu yang terbawa arus menunjukkan dugaan adanya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan.

Hasil analisis awal yang diperkuat verifikasi lapangan menunjukkan, bahwa selain curah hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.  

Masih berdasarkan identifikasi awal, ada 12 subjek hukum, baik korporasi maupun perorangan, yang diduga memiliki keterkaitan dengan gangguan tutupan hutan di wilayah hulu ini.

“Sejak 4 Desember 2025, tim telah melakukan pemasangan papan larangan (papan informasi) pada 5 lokasi yang terindikasi, yaitu 2 titik pada area konsesi PT TPL, dan 3 titik pada lokasi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP,” tegasnya.

Bakal Diperiksa Pekan Depan

Di saat yang bersamaan, sambung Januanto, Tim PPNS Balai Gakkum Sumatera juga sedang melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana kehutanan pada salah satu subjek hukum, yaitu pemilik PHAT berinisial JAM. Hal itu dilakukan setelah ditemukan adanya empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah (SKSHH-KB).

PPNS mengenakan ketentuan Pasal 83 ayat (1) huruf b jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp2,5 miliar.

Adapun pemanggilan terhadap 12 subjek hukum dijadwalkan pada Selasa, 9 Desember 2025.

“Tim di lapangan telah melakukan penyegelan lokasi-lokasi yang terindikasi melakukan aktivitas ilegal. Langkah ini adalah bagian dari upaya komprehensif, verifikasi fakta, pengamanan tempat, serta penyiapan bukti untuk proses penegakan hukum yang adil dan transparan. Kami juga akan berkoordinasi erat dengan instansi terkait untuk memastikan adanya upaya restorasi hulu DAS dan perlindungan bagi komunitas terdampak,” kata Januanto.

Kaji Penerapan UU TPPU

Selain pidana kehutanan, Ditjen Gakkum juga tengah mengkaji penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menelusuri dan menyita aset hasil kejahatan kehutanan, serta gugatan perdata berdasarkan Pasal 72 jo. 76 UU Kehutanan untuk memulihkan fungsi ekosistem hutan.

Kemenhut akan menginstruksikan langkah-langkah teknis pemulihan hulu DAS, bekerja sama dengan Ditjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), pemerintah daerah, dan masyarakat setempat. Program ini dipastikan mencakup rehabilitasi vegetasi, penanganan pengendalian erosi, serta penataan kembali alur sungai yang tersumbat material.

Ia menegaskan komitmennya untuk bekerja secara profesional, transparan, dan terpadu dengan semua pemangku kepentingan demi mengungkap akar penyebab kerusakan hulu dan memulihkan fungsi hidrologis DAS. 

“Penindakan terhadap pelanggaran kehutanan yang berkontribusi pada bencana bukan sekadar tindakan administratif, melainkan upaya perlindungan terhadap keselamatan publik dan ketahanan ekologis bangsa,” pungkasnya.

Exit mobile version