Bantul, 1 Mei 2025 — Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, mengungkap sejumlah fakta baru. Sertifikat tanah miliknya tiba-tiba berganti nama dan dijaminkan ke bank tanpa sepengetahuannya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan sejumlah pihak kini tengah menangani kasus ini yang telah masuk ranah penyidikan di Polda DIY.
Kronologi Versi BPN Bantul
Kepala Kantor Pertanahan Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan bahwa tanah seluas 2.103 m² milik Mbah Tupon sebelumnya telah dipecah pada tahun 2021 menjadi tiga sertifikat:
- SHM 24451 (1.655 m²) – yang menjadi sumber masalah
- SHM 24452 (292 m²) – dijual
- SHM 24453 (55 m²) – dihibahkan untuk gudang RT
Tanah dengan SHM 24451 kini diketahui telah beralih kepemilikan melalui akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan sudah dijaminkan ke Bank PNM sejak Agustus 2024. Permasalahan ini mencuat saat bank hendak melelang tanah tersebut dan Mbah Tupon merasa tak pernah menjual tanahnya.
Langkah BPN dan Pemblokiran Sertifikat
BPN Bantul telah mengamankan seluruh warkah atau dokumen penting terkait pemecahan dan peralihan tanah. Mereka juga berkoordinasi dengan Kalurahan Bangunjiwo dan Pemkab Bantul. Kantor PPAT terkait pun telah didatangi, namun dalam kondisi tutup.
“Kami sudah melaporkan ke Kanwil BPN DIY dan mengajukan pemblokiran internal terhadap SHM 24451,” kata Tri. Pemblokiran ini dilakukan untuk melindungi Mbah Tupon sementara proses hukum berjalan di Polda DIY.
Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, membenarkan pemblokiran tersebut. “Karena adanya sengketa dan laporan polisi, sertifikat ini kami status quo-kan,” jelasnya.
PPAT Bisa Dikenai Sanksi Berat
Selain itu, BPN Bantul juga menyurati KPKNL agar mencermati rencana lelang tanah tersebut karena sedang dalam status sengketa. BPN tengah menyiapkan pemanggilan terhadap PPAT dalam konteks pembinaan dan pengawasan. Jika terbukti melakukan pelanggaran berat, PPAT bisa diberhentikan secara tidak hormat.
“Jika pelanggarannya berat dan tak bisa ditolerir, sanksi terberat adalah pemberhentian tidak hormat,” ujar Tri.
Suara Mbah Tupon
Mbah Tupon sendiri mengaku tidak pernah menandatangani dokumen jual beli atau mengalihkan kepemilikan tanahnya. Ia berharap agar hak atas tanahnya bisa kembali dan mafia tanah yang terlibat dihukum seadil-adilnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan simbol perjuangan warga kecil melawan praktik mafia tanah. Aparat dan lembaga pertanahan diminta bertindak tegas agar keadilan benar-benar ditegakkan.