Sleman, 14 Mei 2025
Kasmudjo, mantan dosen Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), menegaskan bahwa tidak ada pembahasan soal polemik ijazah saat Jokowi mengunjungi kediamannya di Pogung, Mlati, Sleman, Selasa (13/5). Menurut Kasmudjo, pertemuan mereka murni bersifat silaturahmi dan nostalgia.
“Enggak, enggak. Sama sekali tidak diperbincangkan,” ujar Kasmudjo kepada wartawan, Rabu (14/5) sore.
Ia menjelaskan bahwa kunjungan itu merupakan bentuk realisasi janji lama Jokowi untuk mampir ke rumahnya. Mereka berbincang selama kurang lebih 45 menit tanpa menyinggung isu ijazah ataupun gugatan hukum yang kini mencuat.
Luruskan Status Akademik
Kasmudjo juga meluruskan kabar yang menyebut dirinya sebagai pembimbing skripsi Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM. Ia menegaskan, bukan dirinya, melainkan Prof. Sumitro yang menjadi dosen pembimbing skripsi Jokowi. Karena itu, ia mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan apa pun mengenai proses akademik dan keaslian ijazah Jokowi.
“Saya tidak membimbing, tidak mengetahui prosesnya. Saya bahkan belum pernah melihat ijazah itu seperti apa,” katanya.
Terkejut dan Bersyukur
Kunjungan Jokowi ke rumah Kasmudjo turut diabadikan dalam unggahan di akun Instagram resmi @jokowi, di tengah sorotan publik soal dugaan ijazah palsu. Dalam video tersebut, Jokowi tampak berbincang hangat dengan Kasmudjo, yang kini berusia 75 tahun.
Kasmudjo mengaku terkejut sekaligus bersyukur atas kedatangan Jokowi yang disebutnya masih mengingat para dosennya di masa lalu.
“Kita hanya ngobrol mengenang masa lalu di kampus. Waktu itu saya masih asisten dosen, belum bisa mengajar langsung,” ujar Kasmudjo yang dulu membidangi laboratorium produk non-kayu dan mebel.
Polemik Ijazah Masih Berproses Hukum
Sementara itu, isu dugaan ijazah palsu Jokowi terus berproses di jalur hukum. Beberapa pihak telah menggugat keaslian ijazah ke Pengadilan Negeri Sleman, bahkan menyertakan Kasmudjo sebagai salah satu tergugat, bersama jajaran pimpinan UGM. Di sisi lain, tim hukum Jokowi juga melaporkan balik sejumlah pihak atas dugaan pencemaran nama baik di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, Solo, Semarang, dan Sleman.